Cari Blog Ini

Arsip Blog

Senin, 14 Maret 2011

ASUHAN KEPERAWATAN KELUARGA PADA ANAK USIA SEKOLAH DENGAN GANGGUAN BERMAIN


BAB I
PENDAHULUAN

1.1      Latar Belakang
Bermain adalah hak asasi bagi seorang anak.  Bahkan usia anak dikatakan adalah usia bermain. Kegiatan bermain bagi anak adalah sesuatu yang sangat penting dalam perkembangan kepibadiannya. Bermain bagi seorang anak tidak sekedar mengisi waktu, tetapi media bagi anak untuk belajar.
Di dalam bermain anak memiliki nilai kesempatan untuk mengekspresikan sesuatu yang ia rasakan dan pikirkan. Dengan bermain, anak sebenarnya sedang mempraktekkan keterampilan dan anak mendapatkan kepuasan dalambermain, yang berarti mengemabngkan dirinya sendiri. Dalam bermain, anak dapat mengembangkan otot kasar dan halus, meningkatkan penalaran, dan memahami keberanaan lingkungannya, membentuk daya imajinasi, daya fantasi, dan kreativitas.
Namun demikian, dalam kenyataan sekarang ini sering dijumpai bahwa kreativitas anak tanpa disadari telah terpasung di tengah kesibukan orang tua. Ada kesan bahwa orang tua yang sibuk bekerja dengan mudah menyediakan perangkat video game hanya karena tidak mau repot dengan anak. Mereka mau membelikan apa pun asalkan dapat membuat anak diam. Seharusnya, orang tua boleh memberikan mainan yang anak minta asalkan ada kendali juga dari orang tua. Padahal cara ini bisa berdampak pada lemahnya keterampilan emosi anak. Mereka tidak belajar bagaimana mengelola keinginan atau mengambil pertimbangan. Hal-hal tersebut diatas dapat menimbulkan suatu keadaan bahaya pada diri anak jika dibiarkan terus menerus. Hal tersebut perlu ditangani secara serius agar anak tidak terlanjur menjadi anak yang terlalu asik bermain sampai melipakan tugas dan kewajibannya

1.2      Tujuan
1.      Untuk mengetahui proses asuhan keperawatan keluarga
2.      Untuk lebih mengetahui penerapan asuhan keperawatan keluarga pada anak usia sekolah dengan gangguan belajar.
3.      Untuk mengetahui dan mengidentifikasi masalah yang biasa muncul pada anak usia sekolah dengan gangguan belajar.

1.3      Manfaat
1.      Untuk memahami proses asuhan keperawatan keluarga
2.      Untuk lebih memahami penerapan asuhan keperawatan keluarga pada anak usia sekolah dengan gangguan belajar.
3.      Untuk memahami dan mengidentifikasi masalah yang biasa muncul pada anak usia sekolah dengan gangguan belajar.

BAB II
PEMBAHASAN

2.1         Konsep Keluarga
A.  Pengertian keluarga
Keluarga  adalah unit terkecil masyarakat, terdiri dari suami istri dan anaknya atau ayah dan anaknya atau ibu dan anaknya. (UU. No 10, 1992). keluarga  adalah kumpulan dua orang / lebih hidup bersama dengan keterikatan aturan dan emosional, dan setiap individu punya peran masing-masing (Friedman 1998).
Whall (1986) dalam analisis konsep tentang keluarga  sebagai unit yang perlu dirawat, ia mendefinisikan keluarga  sebagai kelompok yang mengidentifikasikan diri dengan anggotanya yang terdiri dari dua individu atau lebih yang asosiasinya dicirikan oleh istilah-istilah khusus, yang boleh jadi tidak diikat oleh hubungan darah atau hukum, tapi yang berfungsi sedemikian rupa sehingga mereka menganggap diri mereka sebagai sebuah keluarga .
Dapat disimpulkan bahwa keluarga  adalah unit terkecil dari masyarakat dua orang / lebih, memiliki ikatan perkawinan dan pertalian darah, hidup dalam satu rumah tangga, berinteraksi, punya peran masing-masing dan mempertahankan suatu budaya.
B.  Ciri-ciri keluarga
Ciri-ciri keluarga, antara lain sebagai berikut : Diikat tali perkawinan, ada hubungan darah, ada ikatan batin, tanggung jawab masing–masing, ada pengambil keputusan, kerjasama diantara anggota keluarga , interaksi, dan tinggal dalam suatu rumah.
C.  Struktur keluarga
Struktur keluarga  (ikatan darah) : 1.Patrilineal, keluarga  sedarah terdiri sanak saudara sedarah dalam beberapa generasi, dimana hubungan itu berasal dari jalur ayah 2. Matrilineal, keluarga  sedarah terdiri sanak saudara sedarah dalam beberapa generasi , dimana hubungan itu berasal dari jalur ibu 3. Matrilokal, suami istri tinggal pada keluarga  sedarah istri 4. Patrilokal, suami istri tinggal pada keluarga  sedarah suami 5. keluarga  kawinan, hubungan. Suami istri sebagai dasar bagi pembinaan keluarga  dan sanak saudara baik dari pihak suami dan istri.
Ciri-ciri struktur keluarga  : 1. Terorganisasi, bergantung satu sama lain 2. Ada keterbatasan, 3. Perbedaan dan kekhususan, peran dan fungsi masing-masing.
D.  Kelompok keluarga  di Indonesia berdasarkan sosial ekonomi dan kebutuhan dasar
1.    PRASEJATERA, belum dapat memenuhi kebutuhan dasar minimal : pengajaran agama, sandang, papan, pangan, kesehatan atau keluarga  belum dapat memenuhi salah satu /lebih indikator KS tahap I.
2.    KELUARGA  SEJAHTERA (KS I) telah dapat memenuhi kebutuhan dasar secara minimal, tetapi belum dapat sosial psikologis, pendidikan, KB, interaksi lingkungan.
Indikator : ibadah sesuai agama, makan 2 kali sehari, pakaian berbeda tiap keperluan, lantai bukan tanah, kesehatan : anak sakit, ber-KB, dibawa kesarana kesehatan
3.    KELUARGA  SEJAHTERA II
Indikator: belum dapat menabung, ibadah (anggota keluarga ) sesuai agama,  makan 2 kali sehari,  pakaian berbeda,  lantai bukan tanah,  kesehatan (idem),  daging/ telur minimal 1 kali seminggu,  Pakaian baru setahun sekali,  Luas lantai 8m2 per orang,  Sehat 3 bulan terakhir,  Anggota yang berumur 15 tahun keatas punya penghasilan tetap,  Umur 10,  60 tahun dapat baca tulis,  Umur 7-15 tahun bersekolah,  Anak hidup 2/lebih, keluarga  PUS saat ini berkontrasepsi.
4.    KELUARGA  SEJAHTERA III
Indikator :  belum berkontribusi pada masyarakat,  ibadah sesuai agama,  pakaian berbeda tiap keperluan,  lantai bukan tanah,  kesehatan idem,  anggota melaksanakan ibadah,  daging/telur seminggu sekali,  memperoleh pakaian baru dalam satu tahun terakhir,  luas lantai 8 m2 perorang,  anggota keluarga  sehat dalam 3 bulan terakhir.
5.    KS TAHAP III PLUS, dapat memenuhi seluruh kebutuhannya: dasar, sosial, pengembangan, kontribusi pada masyarakat, indikator KS III + (ditambah),  memberikan sumbangan.
E.  Fungsi keluarga
1.    Fungsi afektif dan koping keluarga  memberikan kenyamanan emosional anggota, membantu anggota dalam membentuk identitas dan mempertahankan saat terjadi stress.
2.    Fungsi sosialisasi keluarga  sebagai guru, menanamkan kepercayaan, nilai, sikap, dan mekanisme koping, memberikan feedback, dan memberikan petunjuk dalam pemecahan masalah.
3.    Fungsi reproduksi keluarga  melahirkan anak, menumbuh-kembangkan anak dan meneruskan keturunan.
4.    Fungsi ekonomi keluarga  memberikan finansial untuk anggota keluarga nya dan kepentingan di masyarakat.
5.    Fungsi fisik, keluarga  memberikan keamanan, kenyamanan lingkungan yang dibutuhkan untuk pertumbuhan, perkembangan dan istirahat termasuk untuk penyembuhan dari sakit.
F.   Tugas perkembangan keluarga  dengan anak usia sekolah
1.      Membantu sosialisasi anak dengan lingkungan luar
2.      Mempertahankan keintiman pasangan
3.      Memenuhi kebutuhan yang meningkat
G.  Masalah keperawatan kesehatan keluarga
       Bahaya fisik
          Penyakit
          Kegemukan
          Kecelakaan
          Kecanggungan
          Kesederhanaan
       Bahaya Psikologis
          Bahaya dalam konsep diri
          Bahaya moral
          Bahaya yang menyangkut minat
          Bahaya dalam penggolongan peran seks
          Bahaya dalam perkembangan kepribadian
          Bahaya hubungan keluarga
2.2         Konsep Anak Sekolah
A.  Perkembangan usia sekolah
a.    Perkembangan biologis
Saat umur 6-12 tahun, pertumbuhan rata-rata 5 cm pertahun untuk tinggi badan dan meningkat 2-3 kg pertahun untuk berat badan. Selama usia tersebut, anak laki-laki dan perempuan memiliki perbedaan ukuran tubuh. Anak laki-laki cenderung kurus dan tinggi, anak perempuan cenderung gemuk. Pada usia ini, pembentukan jaringan lebih cepat perkembangannya daripada otot.
b.   Perkembangan psikososial
Menurut freud, perkembangan psikoseksualnya digolongkan dalam fase laten, yaitu ketika anak berada dalam fase Oedipus yang terjadi pada masa prasekolah dan mencintai seseorang. Dalam tahap ini, anak cenderung membina hubungan yang erat dan akrap dengan teman sebaya, juga banyak bertanya tentang gambar seks yang dilihat dan dieksploitasi sendiri melalui media
       Menurut Erickson, perkembangan psikoseksualnya berada dalam tahap industri vs inverior. Dalam tahap ini, anak mampu melakukan atau menguasai keterampilan yang bersifst teknologi dan social, memiliki keinginan untuk mandiri, dan berupaya menyelesaikan tugas, inilah yang merupakan tahap industri. Bla tugas tersebut tidak dapat dilakukan, anak akan menjadi inferior. Tahap ini sangat dipengaruhi factor intrinsik (motivasi, kemampuan, tanggungjawab yang dimiliki, kebebasan yang dimiliki, interaksi dengan lingkungan, dan teman sebaya ) dan factor ekstrinsik (penghargaan yang didapat, stimulus, dan keterlibatan orang lain).
c.    Temperamen
Sifat temperamental yang dialami sebelumnya merupakan factor terpenting dalam perilakunya pada masa ini. Pola perilakunya menunjukkan anak muda bereaksi terhadap situasi yang baru. Pada usia ini, sifat temperamental ini sering muncul sehingga peran orang tua dan guru sangat besar untuk mengendalikannnya. Yang perlu dilakukan orang tua dan guru adalah bersabar, menciptakan situasi baru agar tidak bosan, menjadi figure dalam sehari-hari, selalu memberikan harapan, dan mengurangi ketergantungannya dengan cara memberikan pengertian.
d.   Perkembangan kognitif
Menurut peaget, usian ini berada dalam tahap operasional konkrit, yaitu anak mengekspresikan apa yang dilakukan dengan verbal dan simbol. Selama periode ini kemampuan anak belajar konseptual mulai meningkat dengan pesat dan memiliki kemampuan belajar dari benda, situasi, dan pengalaman yang dijumpai. Kemampuan anak yang dimiliki dalam tahap opersional konkrit :
a.       Konservasi, menyukai sesuatu yang didapat dipelajari secara konkrit bukan magis.
b.      Klasifikasi, mulai belajar mengelompokkan, menyusun, dan menguruntukan.
c.       Kombinasi, mulai mencoba belajar dengan angka dan huruf sesuai dengan keinginannya yang dihubungkan dengan pengalaman yang diperoleh sebelumnya.
e.    Perkembangan moral
Masa akhir kanak-kanak, perkembangan moralnya dikatagorikan oleh kohlbherg berda dalam tahap konvesional. Pada tahap ini, anak mulai belajar peraturan-peraturan yang berlaku, menerim peraturan, dan merasa bersalah bila tidak sesuai dengan aturan yang telah diterimanya. Anak mencoba bersikap konsekuen. Ornag tua perlu memberikan suatu imbalan atau hukuman terhadap perilaka anak.
f.     Perkembangan spiritual
Anak usia sekolah menginginkan segala sesuatunya adalah konkrit atau nyata dari pada belajar tentang “God”. Mereka mulai tertarik terhadap surag dan neraka sehingga cenderung melakukan atau mematuhi peraturan, karena takut bila masuk neraka. Anak mulai belajar tentang alam nyata dan sulit memahami simbol-simbol supranatural sehingga konsep-konsep religius perlu disajiakan secara konkrit atau nyata dan juga mencoba menghubungkan fenomena yang terjadi dengan logika.
g.    Perkembangan bahasa
Pada usia ini terjadi penambahan kosakata umum yang berasal dari berbagai pelajaran di sekolah, bacaan, pembicaraan, dan media. Kesalahan pengucapan mengalami penurunan karena selama mencari pengalaman anak telah mendengar pengucapan yang benar sehingga mampu mengucapkannya dengan benar. Pembentukan kalimatnya teratur dan tidak terpotong-potong setelah usia 9 tahun. Untuk meningkatkan pengertian terhadap bahasa, anak perlu diberi kesempatan mendengarkan radio dan menonton televise untuk meningkatkan konsentrasi dan pengertian. Juga perlu dilibatkan dalam pembicaraan sosial sehingga egosenrisnya sedikit hilang. Pembicaraan yang dilakukan dalam tahap ini lebih terkendalai dan terseleksi, karena anak menggunakan pembicaraan sebagai alat komunikasi.
h.   Perkembangan sosial
Akhir masa kanak-kanak sering disebut usia berkelompok, yanag ditandai dengan adanya minat terahadap aktivitas teman-teman dan meningkatnya keinginan yang kuat untuk diterima sebagai anggota kelompok. Wujud dari aktivitas ini banyak orang menyebut sebagai geng anak, tetapi berbeda tujuannya dengan geng remaja. Tujuan dari geng anak-anak diantaranya memperoleh kesenangan dalam bermain.
i.      Perkembangan seksual
Masa ini anak mulai belajar tentang seksualnya dari teman-taman telebih guru dan pelajaran di sekolah. Anak mulai berupaya menyesuaikan penampilan, pakaian,l dan bahkan gerk gerik sesuai dengan peran seksnya. Kecenderungan pada usia ini, anak mengembangkan minat-mionat yang sesuai denga dirinya. Disini, peran orang tua sangat penting untukl mempersiapkan anak menjelang pubertas.
j.     Perkembangan konsep diri
Perkembangan konsep diri sangat dipengaruhi oleh mutu hubungan dengan orang tua, saudara dan sanak keluarga lain. Saat usia ini, anak-anak membentuk konsep diri ideal, seperti dalm tokoh-tokoh sejarah, cerita khayalan, sandiwara, film, dan tokoh nasional atau dunia yang dikagumi, untuk membangun ego idea, yang menurut Van den Daele berfungsi sebagai standar perilaku umum yang diinternalisasi. Pada usia ini pula, anak pada umumnya mencari identitas diri agar diterima kelompoknya karena takut kehilangan dukungan dari kelompok.
k.   Bermain
Bermain dianggap sangat penting untuk perkembangan fisik dan fisiologis karena serlama bermain anak mengembangkan berbagai keterampilan social sehingga memungkinkannya untuk meniokmati keanggotaan kelompok dalam masyarakat anak-anak.Bentuk permainan yang sering diminati pada usia ini :
1.      Bermain konstruktif  membuat sesuatu hanya untuk bersenang-senang saja tanpa memikirkan manfaatnya, seperti menggambar, melukis, dan membentuk sesuatu.
2.      Menjelajah : ingin bermain jauh dari lingkungan rumah.
3.      mengumpulkan :  benda-benda yang menarik perhatian dan minatnya, membawa benda ke rumah, menyimpan dalam laci, dan tidak memperlihatkan koleksinya dalam laci.
4.      Permainan dan olahraga: cenderung ingin memainkan permainan anak besar ( bola basket dan sepak bola ) dan senang pada permainan yang bersaing.
5.      Hiburan : anak ingin maluangkan waktu untuk membaca, mendengar radio, menonton, atau melamun.
Keluarga dengan usia sekolah merupakan salah satu tahap yang mesti dilalui dan merupakan masa-masa yang sibuk bagi orang tuanya dan banyaknya keinginan yang dilakukan oleh anak-anak. Pada tahap ini tugas perkembangan keluarga, yaitu :
1.      Mensosialisasikan anak dengan lingkungannya, termasuk keberhasilan dalam belajar dan kebutuhan kelompok dengan teman sebayanya.
2.      Mempertahankan hubungan perkawinan yang harmonis.
3.      memenuhi kebutuhan kesehatan anggota keluarga (Friedman. 1998).
B.  Masalah anak usia sekolah
Masalah-masalah yang sering terjadi pada anak usia sekolah meliputi bahaya fisik dan psikologis.
·       Bahaya fisik
1.    Penyakit
Penyakit infeksi pada usia sekolah jarang sekali terjadi dengan adanya kekebalan yang di dapat dari imunisasi yang pernah di dapatkan semasa bayi dan di ulang pada kelas satu atau enam, tetapi yang berbahaya adalah penyakit palsu atau khayal untuk menghindarkan tugas-tugas yang menjadi tanggungjawabnya. Penyakit yang sering di temui adalah yang berhubungan dengan kebersihan diri anak.
2.    Kegemukan
Kegemukan terjadi bukan karena adanya perubahan pada kelenjar, tetapi akibat banyaknya karbohidrat yang di konsumsi. Bahaya kegemukan yang mungkin dapat terjadi : anak kesulitan mengikuti kegiatan bermain sehingga kehilangan kesempatan untuk mencapai ketrampilan yang penting untuk keberhasilan social, dan teman-temannya sering mengganggu dan mengejek dengan sebutan “gendut” atau sebutan lain sehingga anak merasa rendah diri.
3.    Kecelakaan
Kecelakaan terjadi akibat keinginan anak untuk bermain yang menghasilkan ketrampilan tertentu. Meskipun tidak meninggalkan bekas fisik, kecelakaan yang di anggap sebagai kegagalan dan anak lebih bersikap hati-hati akan berbahaya bagi psikologisnya sehingga anak merasa takut untuk melakukan kegiatan fisik. Hal ini dapat berkembang menjadi rasa malu yang mempengaruhi hubungan social.
4.    Kecanggungan
Masa ini anak mulai membandingkan kemampuannya dengan teman sebaya. Bila muncul perasaan tidak mampu dapat menjadi dasar untuk rendah diri.
5.    Kesederhanaan
Hal ini sering di lakukan oleh anak pada saat apapun. Orang yang lebih dewasa memandangnya sebagai perilaku yang kurang menarik sehingga anak menafsirkan sebagai penolakan yang dapat mempengaruhi perkembangan konsep diri anak.
·       Bahaya Psikologis
1.    Bahaya dalam berbicara
Ada empat bahaya dalam berbicara yang umum terdapat pada anak usia sekolah :
ü  Kosa kata yang kurang menghambat tugas di sekolah dan menghambat komunikasi dengan orang lain
ü  Kesalahan dalam berbicara, seperti salah ucap dan kesalahan tata bahasa.
ü  Anak yang mempunyai kesulitan berbicara dalam bahasa yang di gunakan di lingkungan sekolah akan terhalang dalam usaha untuk berkomunikasi dan mudah merasa bahwa ia berbeda
ü  Pembicaraan yang bersifat egosentris, yang mengkritik dan merendahkan orang lain, dan yang bersifat membual akan ditentang oleh temannya.
2.    Bahaya emosi
Anak akan dianggap tidak matang baik oleh teman–teman sebaya maupun orang dewasa, bila ia masih menunjukkan pola–pola ekspresi emosi yang kurang menyenangkan, seperti marah yang meledak–ledak, danjuga bila emosi yang buruk seperti marah–marah dan cemburu masih sangat kuat sehingga kurang disenangi orang lain. 
3.    Bahaya bermain
Anak yang kurang memiliki dukungan social akan merasa kekurangan kesempatan untuk mempelajari permainan dan olahraga yang penting untuk menjadi anggota kelompok. Anak yang dilarang berkhayal karena membuang waktu atau dilarang melakukan kegiatan kreatif dan bermain akan mengembangkan kebiasaaan penurut yang kaku.
4.    Bahaya dalam konsep diri
Anak yang mempunyai konsep diri yang ideal biasanya merasa tidak puas pada diri sendiri dan tidak puas pada perlakuan orang lian. Bila konsep sosialnya didasarkan pada pelbagai stereotip, ia cenderung berprasangka dan bersikap diskriminitif dalam memperlakuakn orang lain. Karena konsepnya berbobot emosi maka itu cenderung menetap dan terus menerus memberikan pengaruh buruk pada penyesuaian social anak.
5.    Bahaya moral
Ada enam bahaya umumnya dikaitkan dengan perkembangan sikap moral dan perilaku anak – anak :
ü  Perkembangan kode moral berdasarkan konsep teman–teman atau berdasarkan konsep–konsep media massa tentang benar salah yang tidak sesuai dengan kode orang dewasa
ü  Tidak berhasil mengembangkan suara hati sebagai pengawas dalam terhadap perilaku
ü  Disiplin yang tidak konsisten membuat anak tidak yakin akan apa yang sebaiknya dilakukan
ü  Hukumamn fisik merupakan contoh agresivitas anak
ü  Menganggap dukungan teman terhadap perilaku yang salah begitu memuaskan sehingga perilaku menjadi kebiasaaan
ü  Tidak sabar terhadap perbuatan yang salah.
6.    Bahaya yang menyangkut minat
Ada dua bahaya yang umum dihubungkan dengan minat masa kanak–kanak : pertama, tidak berminat pada hal–hal yang dianggap penting oleh teman–teman sebaya, dan kedua, mengembangkan sikap yang kurang baik terhadap minat yang dapat bernilai bagi dirinya, seperti kesehatn atau sekolah.
7.    Bahaya dalam penggolongan peran seks
Ada dua bahaya yang umum dalam penggolongan peran seks : kegagalan untuk mempelajari organ seks peran seks yang dianggap pantas oleh teman sebaya, dan ketidakmauan untuk melakukan peran seks yang disetujui. Bahaya yang pertama cenderung berkembang bila anak dibesarkan oleh keluarga ketika orang tuanya melakukan peran seks yang berbeda dengan orang tua teman–temannya. Bahaya yang kedua berkembang bilamana anak perempuan dan laki–laki diharapkan melakukan peran–peran tradisional. 
8.    Bahaya dalam perkembangan kepribadian
Ada dua bahaya yang serius dalam perkembangan kepribadian periode ini. Pertama, perkembagan konsep diri yang buruk yang mengakibatkan penolakan dari awal masa kanak–kanak. Egosentrisme merupakan hal yang serius karena memberikan rasa penting diri yang palsu.
9.    Bahaya hubungan keluarga
Pertentangan dengan anggota–anggota keluarga mengakibatkan kelemahan ikatan keluarga dan menimbulkan kebiasaan pola penyesuaian yang buruk, serta masalah–masalah yang dibawa keluar rumah. Kondisi yang menyebabkan merosotnya hubungan keluarga :
ü  Sikap terhadap peran orang tua. Orang tua yang kurang menyuai peran orang tua dan merasa bahwa waktu, usaha dan uang dihabiskan olaeh anak cenderung mempunyai hubungan yang buruk dengan anak–anaknya.
ü  Harapan orang tua. Pada saat anak masuk sekaolah, banyak orang tua yang berpengharapan tinggi mengenali mutu–mutu tugas sekolah dan besarnya tanggung jawab anak di rumah. Bila anak gagal memenuhi harapan ini , orang tua sering mengkritik, memarahi dan bahkan menghukum.
ü  Metode penilaian anak. Pelatihan nak otoriter yang sering digunakan dalamkeluarga besar, dan disiplin lunak yang terutama digunakan dalam keluarga kecil : keduanya menimbulakn pertentangan di rumah dan menyebabkan kebencian pada anak. Disiplin yang demokratis biasanya menghasilakn hubungan keluarga yang baik.
ü  Status social ekonomi. Bila anak merasa bahwa rumah dan miliknya lebih buruk daripada rumah dan benda milik temannya, anak sering menyalahkan orang tua, dan orang tua cenderung membenci hal itu.
ü  Pekerjaan orang tua. Pandangan mengenai pekerjaan ayah memngaruhi perasaan anak. Bila ibu bekerja di luar rumah, sikap anak terhadap ibu diwarnai oleh pandangan teman–teman mengenai wanita yang bekerja di luar rumah dan oleh banyaknya beban tanggung jawab yang harus dilakukan di rumah.
ü  Perubahan sikap kepada orang tua. Dalam hubungan dengan orang tua, teman–teman dan dari apa yang dibaca atau dilihat anak di televise atau filnm, anak membentuk konsep tentang ibu dan ayah yang ideal.
ü  Pertentangan antar–saudara. Anak yang lebih besar sering mengkritik penampilan dan perilaku adiknya, sebaliknya adik senang menggoda dan memerintah kakak atau adik yang lebih muda lagi. Bila orang tua berusaha meghentikan hal ini, mereka dianggap pilih kasih. Anak–anak kemudian bersatu menghadapi orang tua dan saudara yang dianggap kesayangan orang tua.
ü  Perubahan sikap kepada sanak keluarga. Anak yang lebih besar tidak senang lagi dengan sanak keluarganya seperti ketika anak masih kecil dan cenderung menganggap mereka “ terlalu tua “ atau “ terlalu memerintah “. Bila anak diharapkan hadir dalam pertemuan keluarga, anak sering menentang dan megatakan bahwa pertemuan itu “ membosankan “. Sanak keluarga, membenci sikap ini dan orang tua cenderung memarahi si anak
ü  Orang tua tiri. Anak yang masih ingat orang tua kandung yang tidak lagi bersamanya di rumah, biasanya membenci orang tua tiri dan memperlihatkannya dengan sikap kritis, negativitas, dan perilaku yang sulit. Hal ini merupakan sumber pertentangan di rumah.
Akibat dari bahaya psikologis.
a.       Tidak puas terhadap diri sendiri dan iri kepada anak yang lebih popular
b.      Kebiasaan menarik diri, sifat mudah dirangsang yang berlebihan, sangat membenci otoritas, depresi yang kronis, meninggikan diri sendiri dengan jalan merendahkan orang lain, hiperaktif, egosentrisme yang berlebihan, dan kecemasan kronis.
c.       Menggunakan mekanisme pertahanan, seperti rasionalisasi untuk menjelaskan kelemahan-kelemahan atau proyeksi untuk menyalahkan orang lain, anak juga dapat menggunakan mekanisme menghindar, khususnya melamun atau penyakit khayal.
d.      Mengambil alih masalahnya dan berusaha “ membeli “ teman-temannya agar diterima kelompok.  

2.3         Konsep Bermain pada Anak Sekolah
A.  Pengertian
Bermain adalah cerminan kemampuan fisik, intelektual, emosional dan sosial dan bermain merupakan media yang baik untuk belajar karena dengan bermain, anak akan berkata-kata, belajar memnyesuaikan diri dengan ling, melakukan apa yang dapat dilakukan, dan mengenal waktu, jarak, serta suara .(Wong, 2000).
Bermain adalah cara alamiah bagi anak untuk mengungkapkan konflik dalam dirinya yang tidak disadarinya .(Miller dan Keong, 1983).
Bermain adalah kegiatan yang dilakukan sesaui dengan keinginanya sendiri dan memperoleh kesenangan.(Foster, 1989).
Dari definisi diatas dapat disimpulkan bahwa bermain adalah
“Kegiatan yang tdk dapat dipisahkan dari kehidupan anak sehari-hari krn bermain sama dengan berja pada org dewasa, yang dapat menurunkan stres anak, belajar berkomunikasi dengan ling, menyesuaikan diri dengan ling, belajar mengenal dunia dan meningkatkan kesejahteraan mental serta sosial anak
”.
B.  Fungsi bermain
1.    Perkembangan sensorik motorik
Pada saat melakukan permainan, aktifitas motorik merrpakan komponen terbesar yang digunakan anak dan bermain aktif sangat penting untuk perkembangan fungsi otot.
2.    Perkembangan intelektual
Anak melakukan ekplorasi dan manipulasi terhadap segala sesuatu yang ada di lingkungan sekitarnya, terutama mengenal warna, bentuk, ukuran, tekstur dan membedakan objek. Pada saat bermain anak akan melatih diri dan memecahkan masalah.
3.    Perkembangan sosial.
Perkembangan sosial ditandai dengan kemampuan berinteraksi dengan lingkungannya. Bermain dengan orang lain akan membantu anak untuk mengembangkan hubungan sosial dan belajar memecahkan masalah dari hubungan tersebut. Anak belajar berinteraksi dengan teman, memahami bahasa lawan bicara, dan belajar tentang nilai sosial yang ada pd kelompok.
4.     Perkembangan kreatifitas
Kemampuan untuk menciptakan sesuatu dan mewujudkan ke dalam bentuk objek dan atau kegiatan yang dilakukannya.
5.    Perkembangan kesadaran diri.
Anak akan mengembangkan kemampuannya dalam mengatur tingkah laku. Anak akan belajar mengenal kemampuannya dan membandingkan dengan orang lain dan menguji kemampuannya dengan mencoba peran baru dan mengetahui dampak tingkah laku terhadap orang lain.
6.    Perkembangan moral
Anak mempelajari nilai benar dan salah dari lingkungan, terutama dari orang tua dan guru. Anak akan mendapatkan kesempatan untuk menerapkan nilai-nilai sehingga dapat diterima di lingkungan dan dapat menyesuaikan diri dengan aturan yang ada dikelompoknya.
Anak belajar bertanggung jawab atas segala tindakan y
ang akan dilakukan.
7.    Terapi
Pada saat dirawat di RS anak akan mengalami berbagai perasaan yang sangat tidak menyenangkan, seperti marah, takut, cemas, sedih
dan nyeri, sehingga
anak–anak akan dapat mengalihkan rasa sakitnya dalam bentuk permainan.

C.  Tujuan bermain
1.    Untuk melanjuntukan tumbuh kembang yang normal pada saat sakit
2.    Mengekspresikan perasaan, keinginan, dan fantasi serta ide-idenya
3.    Mengembangkan kreativitas dan kemampuan memecahkan masalah
4.    Dapat beradaptasi secara efektif thp stres karena sakit dan di rawat di RS

D.  Faktor-faktor yang mempengaruhi aktifitas bermain
1.    Tahap perkembangan anak
Perawat harus mengetahui dan memberikan jenis permainan yang tepat untuk setiap tahapan tumbuh kembang anak.
2.    Status kesehatan anak
Perawat hrs mengetahui kondisi ana pada saat sakit dan jeli memilihkan permainan yang dapat dilakukan anak sesuai dengan prisnsip bermain pd anak yang sedang dirawat di RS.
3.    Jenis kelamin
Dalam melakukan aktifitas bermain tidak membedakan jenis kelamin laki-laki atau perempuan. Ada pendapat yang diyakini bahwa permainan adalah salah satu alat mengenal identitas dirinya.
4.    Lingkungan yang mendukung
Lingkungan yang cukup luas untuk bermain memungkinkan anak mempunyai cukup ruang untuk bermain.
5.    Alat dan jenis permainan yang cocok
Pilih alat bermain sesuai dengan tahapan tumbuh kembang anak.
Alat permaianan tidak selalu harus dibeli ditoko dan harus mahal.

E.  Klasifikasi bermain
1.    Menurut isinya
·       Sosial affective play : hubungan interpersonal yagg menyenangkan antara anak dengan orang lain (contoh : ciluk-baa).
·       Sense of pleasure play : permaianan yang sifatnya memberikan kesenangan pada anak (contoh : main air dan pasir).
·       Skiil play : permainan yang sifatnya memberikan keterampilan pada anak (contoh: naik sepeda).
·       Dramatik Role play : anak bermain imajinasi/fantasi (contoh : dokter dan perawat).
·       Games : permaianan yang menggunakan alat tertentu yang menggunakan perhitungan/skor (contoh : ular tangga).
·       Unoccupied behaviour: anak tidak memainkan alat permainan tertentu, tapi situasi atau objek yang ada disekelilingnya, yang digunakan sebagai alat permainan(contoh : jinjit-jinjit, bungkuk-bungkuk, memainkan kursi, meja dsb).
2.    Karakter sosial
·       Onlooker play : anak hanya mengamati temannya yang sedang bermain, tanpa ada inisiatif untuk ikut berpartisifasi dalam permainan (contoh : Congklak).
·       Solitary play : anak tampak berada dalam kelompok permainan, tetapi anak bermain sendiri dengan alat permainan yang dimilikinya.
·       Parallel play : anak menggunakan alat permaianan yang sama, tetapi antara satu anak dengan anak lain tidak terjadi kontak satu sama lain sehingga antara anak satu dengan lainya tida ada sosialisasi.
·       Associative play : permainan ini sudah terjadi komunikasi antara satu anak dengan anak lain, tetapi tidak terorganisasi, tidak ada pemimpin dan tujuan permaianan tidak jelas (contoh bermain boneka, masak-masak).
·       Cooperative play : aturan permainan dalam kelompok tampak lebih jelas pada permaiann jenis ini, dan punya tujuan serta pemimpin (contoh : main sepak bola).

F.   Bentuk-bentuk permaianan berdasarkan kelompok usia
1.    Umur 1 bulan (sense of pleasure play).
·      Visual : dapat melihat dengan jarak dekat
·      Audio : berbicara dengan bayi
·      Taktil : memeluk, menggendong
·      Kinetik : naik kereta, jalan-jalan.
2.    Umur 2-3 bulan
·      Visual : memberi objek terang, membawa bayi ke ruang yang berbeda
·      Audio : berbicara dengan bayi, memyanyi
·      Taktil : membelai waktu mandi,  menyisir rambut.
3.    Umur 4-6 bulan
·      Visual : meletakkan bayi didepan kaca, membawa bayi nonton TV.
·      Audio : mengajar bayi berbicara, memanggil namanya, memeras kertas.
·             Kinetik : bantu bayi tengkurap, mendirikan bayi pada paha orang tuanya.
·      Taktil : memberikan bayi bermain air.
4.    Umur 7-9 bulan
·      Visual : memainkan kaca dan membiarkan main dengan kaca serta berbicara sendiri.
·      Audio : memanggil nama anak, mngulangi kata-kata yang diucapkan seperti mama, papa.
·      Taktil : membiarkan main pada air mengalir.
·      Kinetik : latih berdiri, merangkap, latih meloncat.
5.    Umur 10-12 bulan
·      Visual : Memperlihatkan gambar terang dalam buku.
·      Audio : membunyikan suara binatang tiruan, menunjukkan tubuh dan menyebutnya.
·      Taktil : membiarkan anak merasakan dingin dan hangat, membiarkan anak merasakan angin.
·      Kinetik : memberikan anak mainan besar yang dapat ditarik atau didorong, seperti sepeda atau kereta.
·      Kinetik : latih berdiri, merangkap, latih meloncat.
6.    Umur 2-3 tahun
·      Paralel play dan sollatary play
·      Anak bermain secara spontan, bebas, berhenti bila capek, koordinasi kurang (sering merusak mainan)
·      Jenis mainan : boneka, alat masak, buku cerita dan buku bergambar.
7.    Preschool 3-5 tahun
·      Associative play , dramatik play dan skill play.
·      Sudah dapat bermain kelompok
·      Jenis mainan : roda tiga, balok besar dengan macam-macam ukuran.
8.    Usia sekolah
·      Cooperative play
·      Bermain menjadi lebuh terorganisir, ada aturannya dan ada pemimpnnya
·      Mempunyai kesadaran terhadap aturan main
·      Tingkat yang lebih tinggi adalah keterampilan berpikir
·      Mulai dengan olah raga kompetitif
·      Contohnya tebak-tebakan, menggambar, koleksi, peran aktivitas seksual, permainan fisik dan kompetitif, membaca, bersepeda, bermain video game
9.    Masa remaja
·      Anak lebih dekat dengan kelompok
·      Olah raga, musik, komputer, dan bermain drama.

G.  Prinsip bermain di RS       
Tidak banyak mengeluarkan energi, singkat dan sederhana,
mempertimbangkan keamanan dan infeksi silang
, kelompok umur yang sama, permainan tidak bertentangan dengan pengobatan, semua alat permaianan dapat dicuci, melibatkan orang tua.

H.  Bahaya bermain
Alat permainan yang ada saat ini tidak hanya terbatas pada alat permainan tradisional, tetapi dengan semakin majunya ilmu pengetahuan, semakin canggih pula alat permainan yang digunakan oleh anak-anak. Kebanyakan alat permainan yang canggih bersifat otomatis, dan menggunakan tombol seperti komputer, video game, dan juga game online, yaitu sebuah permainan yang memungkinkan pemain yang saling bertanding berada pada belahan dunia manapun, dengan bantuan akses internet serta beberapa alat permainan elektronik lainnya. Beberapa permainan bersifat adu tangkas, beberapa yang lain merupakan pelajaran.
Sebenarnya yang dipacu alat permainan elektronik adalah kemampuan anak untuk bereaksi cepat, penerapan strategi, dan dengan latihan yang terus menerus, sehungga anak akan menjadi tangkas. Tetapi permainan yang ada pada komputer maunpun video game terkadang kurang mampu mengasah kemampuan pemecahan masalah, mengingat anak tidak belajar untuk sampai kepada jawaban yang benar melalui proses-proses yang harus dilaluinya. Terkadang anak hanya menekan tombol saja untuk mendapatkan jawaban yang benar, ini bukanlah merupakan gambaran kondisi yang sebenarnya dalam kehidupan sehari-hari.
Komputer dan video game sering membatasi interaksi anak dengan orang lain. Walaupun permainan dimainkan berdua dengan anak lain, tetapi anak lebih berinteraksi dengan komputer atau video game dan bukanlah dengan teman sepermainannya. Tema permainan yang ada di komputer atau video game beberapa diantaranya bersifat agresif, seperti tembak menembak, kejar-kejaran, dan sebagainya. Imajinasi anak memang dapat masuk kedalam permainan tersebut, namun imajinasi yang dibangun, bukanlah hasil ciptaannya. Jadi kurang mendukung pengemabngan kreativitas anak. Mengingat pesonanya yang begitu besar, komputer dan video game bisa mempengaruhi jadwal kegiatan anak sehari-hari.
Orang tua dan guru perlu menimbang berbagai dampak yang mungkin muncul terhadap anak bila bermain komputer dan video game, dengan mencoba mengurangi dampak negatifnya, seperti pengaruhnya terhadap kesehatan, kurang interaktifnya anak dengan lingkungannya, kemungkinana terhambatnya pengembangan berpikir kreatif, dan sebagainya. Selanjutnya menitik beratkan pada pengaruh positifnya.

2.4         Asuhan Keperawatan Keluarga pada Anak Usia Sekolah dengan Gangguan Bermain
Dalam tahap pengkajian, data yang perlu diperoleh oleh perawat, yaitu data yang berhubungan dengan keluarga dan anak meliputi :
A.  PENGKAJIAN
1.    Data Umum
·      Kepala Keluarga (KK)
·      Alamat dan telepon
·      Pekerjaan KK
·      Pendidikan KK
·      Komposisi keluarga
·      Tipe keluarga
·      Suku bangsa
·      Agama
·      Status sosial ekonomi keluarga
·      Aktivitas rekreasi keluarga
2.    Riwayat
·       Tahap perkembangan keluarga saat ini
·       Tugas perkembangan keluarga yang belum terpenuhi
·       Riwayat kesehatan keluarga inti
·       Riwayat kesehatan keluarga sebelumnya
3.    Data lingkungan
·       Karakteristik rumah
·       Karakteristik tetangga dan komunitasnya
·       Perkumpulan keluarga dan interaksi dengan masyarakat
·       Sistem pendukung keluarga
4.    Struktur keluarga
·       Struktur peran
·       Nilai atau norma keluarga
·       Pola komunikasi keluarga
·       Struktur kekuatan keluarga
5.    Fungsi keluarga
·      Fungsi ekonomi
·      Fungsi mendapatkan status sosial
·      Fungsi pendidikan
·      Fungsi sosialisasi
·      Fungsi pemenuhan (perawatan atau pemeliharaan) kesehatan
·      Fungsi religius
·      Fungsi rekreasi
·      Fungsi reproduksi
·      Fungsi afeksi
6.    Stres dan koping keluarga
·      Stressor jangka pendek dan panjang
·      Kemampuan keluarga berespon terhadap stressor
·      Strategi koping yang digunakan
·      Strategi adaptasi disfungsional
7.    Pemeriksaan kesehatan tiap individu anggota keluarga
8.    Harapan keluarga
B.  Diagnosis  dan intervensi keperawatan
Setelah pengkajian, perawat mengklasifikasikan data untuk merumuskan diagnosis keperawatan. Pada asuhan keperawatan keluarga, diagnosis keperawatan yang muncul dapat dua sifat, yaitu yang berhubungan dengan anak bertujuan agar anak dapat tumbuh dan berkermbang secara optimal sesuai usia anak dan yang berhubungan dengan keluarga dengan penyebab (etiologi) berpedoman pada lima tugas keluarga di bidang kesehatan yang bertujuan agar keluarga memahami dan memfasilitasi perkembangan anak. Masalah dalam diagnosis keperawatan merupakan kebutuhan dasr klien (manusia) yang tidak terpenuhi.
C.  Contoh rencana asuhan keperawatan
1.    Menurunnya atau berkurangnya minat terhadap tugas sekolah yang dibebankan berhubungan dengan anak terlalu asik bermain
Tujuan : anak mau meningkatkan lama waktu belajarnya dan mengurangi waktu bermain
Intervensi :
a.    Anjurkan keluarga untuk membuat kesepakatan tentang waktu bermain dan belajar
b.    Beri penjelasan pada anak tentang perlunya belajar dan sekolah
c.    Anjurkan anak untuk mengurangi waktu bermain
d.   Anjurkan orang tua agar mau menemani atau membantu anak belajar
e.    Anjurkan orang tua untuk memberikan hukuman jika anak tidak mau belajar dan memberikan pujian jika anak mau belajar
2.    Gangguan pemenuhan kebersihan diri berhubungan dengan terlalu banyak waktu yang digunakan untuk bermain
Tujuan : anak mau melakukan aktivitas kebersihan diri sesuai aturan keluarga
Intervensi :
a.    Beri penjelasan pada anak tentang perlunya menjaga kebersihan diri
b.    Beri penjelasan pada anak tentang bahayanya tidak menjaga kebersihan diri
c.    Anjurkan anak untuk disiplin dalam menaati peraturan keluarga tentang
d.   Beri pemahaman kepada keluarga tentang perlunya kedisiplinan dalam menjaga kebersihan diri
3.    Berontak/menantang terhadap peraturan keluarga berhubungan dengan larangan bermain dari orang tua
Tujuan : anak mau mematuhi perintah orang tua
Intervensi :
a.    Beri penjelasan pada anak tentang pentingnya mendengarkan perintah orang tua
b.    Beri penjelasan pada anak tentang pentingnya mematuhi peraturan keluarga
c.    Beri penjelasan pada anak tentang perlunya menaati peraturan tentang jam bermain anak
d.   Anjurkan pada orang tua agar tidak memarahi anaknya jika berbuat salah tetapi mengingatkan atau memberi hukuman yang edukatif
4.    Menarik diri dari lingkungan sosial (menyendiri) berhubungan dengan terlalu asik bermain video game
Tujuan : anak mau bersosialisasi dengan teman sebayanya
Intervensi :
a.    Beri penjelasan pada anak tentang perlunya bersosialisasi dengan teman sebayanya
b.    Anjurkan anak untuk bermain bersama temannya
c.    Anjurkan anak untuk mengurangi waktu bermain video game
d.   Anjurkan orang tua untuk memberikan dukungan pada anak agar anak mau bermain dengan teman-temannya.
D.  Evaluasi
Tahap selanjutnya adalah melakukan evaluasi, berdasarkan tujuan yang hendak dicapai sesuai dengan kriteria hasil yang telah diterapkan sebelumnya. Saat evaluasi perawat hendaknya selalu memberi kesempatan keluarga untuk menilai keberhasilannya, kemudian diarahkan sesuai  dengan tugas keluarga di bidang kesehatan

BAB III
PENUTUP

3.1         Kesimpulan
1.      Perkembangan anak usia sekolah meliputi : perkembangan biologis, perkembangan psikososial, temperamen, perkembangan kognitif, perkembangan bahasa, perkembangan sosial, perkembangan seksual, perkembangan konsep diri, bermain.
2.      Pada anak usia sekolah, bermain dapat menimbulkan seatu keadaan bahaya.
3.      Pada asuhan keperawatan keluarga pada anak usia sekolah dengan gangguan bermain, diagnosis yang mungkin muncul antara lain
·         Menurunnya atau berkurangnya minat terhadap tugas sekolah yang dibebankan berhubungan dengan anak terlalu asik bermain
·         Gangguan pemenuhan kebersihan diri berhubungan dengan terlalu banyak waktu yang digunakan untuk bermain
·         Berontak/menantang terhadap peraturan keluarga berhubungan dengan larangan bermain dari orang tua
·         Menarik diri dari lingkungan sosial (menyendiri) berhubungan dengan terlalu asik bermain video game
4.      Saat evaluasi perawat hendaknya selalu memberi kesempatan keluarga untuk menilai keberhasilannya, kemudian diarahkan sesuai  dengan tugas keluarga di bidang kesehatan.

3.2              Saran
Sebagai calon perawat kita diharapkan mampu untuk melakukan asuhan keperawatan pada anak usia sekolah dengan gangguan bermain sesuai protap asuhan keperawatan keluarga. 

DAFTAR PUSTAKA

Wong, Donna L (et al). 2009. Buku Ajar Keperawatan Pediatric. Jakarta : EGC
Suriadi. 2010. Buku Pegangan Praktik Klinik Asuhan Keperawatan pada Anak. Jakarta : CV. SAGUNG SETO
http://www.untukku .com/artikel-untukku/arti-bermain-bagi-anak-untukku.html

1 komentar:

Anonim mengatakan...

Do you have a spam problem on this site; I also am a blogger, and I was curious about
your situation; many of us have created some nice procedures and
we are looking to trade techniques with others, be sure to shoot me
an e-mail if interested.

Feel free to visit my blog post :: emergency power