Sabtu, 12 Februari 2011

Limfoma Hodgkin

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Sistem limfatik adalah bagian penting sistem kekebalan tubuh yang memainkan peran kunci dalam pertahanan alamiah tubuh melawan infeksi dan kanker. Cairan limfatik adalah cairan putih mirip susu yang mengandung protein, lemak dan limfosit (sel darah putih) yang semuanya mengalir ke seluruh tubuh melalui pembuluh limfatik. Ada dua macam sel limfosit yaitu: Sel B dan Sel T. Sel B membantu melindungi tubuh melawan bakteri dengan jalan membuat antibodi yang menyerang dan memusnahkan bakteri.
Dalam kondisi normal, sel limfosit merupakan salah satu sistem pertahanan tubuh. Sementara sel limfosit yang tidak normal (limfoma) bisa berkumpul di kelenjar getah bening dan menyebabkan pembengkakan. Sel limfosit ternyata tak cuma beredar di dalam pembuluh limfe, sel ini juga beredar ke seluruh tubuh di dalam pembuluh darah karena itulah limfoma bisa juga timbul di luar kelenjar getah bening. Dalam hal ini, yang tersering adalah di limpa dan sumsum tulang. Selain itu, bisa juga timbul di organ lain seperti perut, hati, dan otak.
Limfoma adalah kanker yang berasal dari jaringan limfoid mencakup sistem limfatik dan imunitas tubuh. Tumor ini bersifat heterogen, ditandai dengan kelainan umum yaitu pembesaran kelenjar limfe diikuti splenomegali, hepatomegali, dan kelainan sumsum tulang. Tumor ini dapat juga dijumpai ekstra nodal yaitu di luar sistem limfatik dan imunitas antara lain pada traktus digestivus, paru, kulit, dan organ lain. Dalam garis besar, limfoma dibagi dalam 4 bagian, diantaranya limfoma Hodgkin (LH), limfoma non-hodgkin (LNH), histiositosis X, Mycosis Fungoides. Dalam praktek, yang dimaksud limfoma adalah LH dan LNH, sedangkan histiositosis X dan mycosis fungoides sangat jarang ditemukan.
Penyakit Hodgkin (PH) dan limfoma non Hodgkin (LNH) memiliki gejala yang mirip. Perbedaannya dibedakan berdasarkan pemeriksaan patologi anatomi dimana pada PH ditemukan sel Reed Sternberg, dan sifat LNH lebih agresif.
Saat ini, sekitar 1,5 juta orang di dunia hidup dengan limfoma maligna terutama tipe LNH, dan dalam setahun sekitar 300 ribu orang meninggal karena penyakit ini. Dari tahun ke tahun, jumlah penderita penyakit ini juga terus meningkat. Sekadar gambaran, angka kejadian LNH telah meningkat 80 persen dibandingkan angka tahun 1970-an. Data juga menunjukkan, penyakit ini lebih banyak terjadi pada orang dewasa dengan angka tertinggi pada rentang usia antara 45 sampai 60 tahun. Makin tua umur, makin tinggi risiko terkena penyakit ini. Tapi secara umum, LNH bisa menyerang semua usia, mulai dari anak-anak sampai orang tua. Sementara dari sisi jenis kelamin, kasus LNH lebih sering ditemukan pada pria ketimbang wanita.Di Indonesia, limfoma merupakan jenis kanker nomor enam yang paling sering ditemukan.

1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum.
Mengetahui tentang limfoma maligna khususnya type Hodgkin.
1.2.2 Tujuan khusus.
1. Mengetahui pengertian Limfoma maligna
2. Mengetahui gejala, penyebab, patofisiologi, komplikasi, pemeriksaan penunjang, penatalaksanaan pada pasien Limfoma maligna.
3. Mengetahui asuhan keperawatan yang harus diberikan pada pasien limfoma maligna.

1.3 Manfaat
- Kita dapat mengetahui pengertian Limfoma maligna
- Kita dapat mengetahui gejala, penyebab, patofisiologi, komplikasi, pemeriksaan penunjang, penatalaksanaan pada pasien Limfoma maligna.
- Kita dapat mengetahui asuhan keperawatan yang harus diberikan pada pasien limfoma maligna.


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Penyakit Hodgkin termasuk dalam keganasan limforetikular yaitu limfoma malignum. Limfoma (kanker kelenjar getah bening) merupakan bentuk keganasan dari sistem limfatik yaitu sel-sel limforetikular seperti sel B, sel T dan histiosit sehingga muncul istilah limfoma malignum (maligna = ganas).
Penyakit ini dilaporkan pertama kali oleh Thomas Hodgkin pada tahun 1832, kemudian gambaran histopatologis dilaporkan oleh Langerhans tahun 1872, disusul oleh laporan terpisah dari Sternberg dan Reed yang menggambarkan suatu sel raksasa yang kemudian diberi nama Sel Reed-Sternberg.

2.2 Gejala
1. Terdapat pembesaran kelenjar getah bening yang tidak nyeri.
Pada limfoma Hodgkin, 80% terdapat pada kelenjar getah bening leher.
2. Hepatosplenomegali, neuropati.
3. Gejala sistemiknya yaitu : demam (tipe pel Ebstein) dengan suhu lebih dari 38oC, berkeringat malam hari, berat badan menurun lebih dari 10%, lemah badan, gatal-gatal, nafsu makan menurun, daya kerja menurun, nyeri abdomen karena hepatosplenomegali.
Beberapa penderita mengalami demam Pel-Ebstein, dimana suhu tubuh meninggi selama beberapa hari yang diselingi dengan suhu normal atau di bawah normal selama beberapa hari atau beberapa minggu
4. Pola perluasan limfoma Hodgkin sistematis secara sentripetal dan relatif lebih lambat, sedangkan pola perluasan pada limfoma non-Hodgkin tidak sistematis dan relatif lebih cepat bermetastasis ke tempat yang jauh.



2.3 Penyebab
Penyebabnya tidak diketahui. Empat kemungkinan penyebabnya adalah: faktor keturunan, kelainan sistem kekebalan, infeksi virus atau bakteria (HIV, virus human T-cell leukemia/lymphoma (HTLV), Epstein-Barr virus (EBV) yang ditemukan pada limfoma Burkitt, Helicobacter Sp) dan toksin lingkungan (herbisida, pengawet dan pewarna kimia).
Adanya peningkatan insidens penderita limfoma Hodgkin dan non-Hodgkin pada kelompok penderita AIDS (Acquired Immunodeficiency Syndrome) pengidap virus HIV, tampaknya mendukung teori yang menganggap bahwa penyakit ini disebabkan oleh virus. Awal pembentukan tumor pada gangguan ini adalah pada jaringan limfatik sekunder (seperti kelenjar limfe dan limpa) dan selanjutnya dapat timbul penyebaran ke sumsum tulang dan jaringan lain.

Stadium limfoma maligna :
Penyebaran Limfoma dapat dikelompokkan dalam 4 stadium. Stadium I dan II sering dikelompokkan bersama sebagai stadium awal penyakit, sementara stadium III dan IV dikelompokkan bersama sebagai stadium lanjut.
1. Stadium I : Penyebaran Limfoma hanya terdapat pada satu kelompok yaitu kelenjar getah bening.
2. Stadium II : Penyebaran Limfoma menyerang dua atau lebih kelompok kelenjar getah bening, tetapi hanya pada satu sisi diafragma, serta pada seluruh dada atau perut.
3. Stadium III : Penyebaran Limfoma menyerang dua atau lebih kelompok kelenjar getah bening, serta pada dada dan perut.
4. Stadium IV : Penyebaran Limfoma selain pada kelenjar getah bening setidaknya pada satu organ lain juga seperti sumsum tulang, hati, paru-paru, atau otak.


2.4 Patofisiologi

















Ansietas














2.5 Komplikasi
Komplikasi yang dialami pasien dengan limfoma maligna dihubungkan dengan penanganan dan berulangnya penyakit. Efek-efek umum yang merugikan berkaitan dengan kemoterapi meliputi : alopesia, mual, muntah, supresi sumsum tulang, stomatitis dan gangguan gastrointestinal. Infeksi adalah komplikasi potensial yang paling serius yang mungkin dapat menyebabkan syok sepsis. Efek jangka panjang dari kemoterapi meliputi kemandulan, kardiotoksik, dan fibrosis pulmonal.
Efek samping terapi radiasi dihubungkan dengan area yang diobati. Bila pengobatan pada nodus limfa servikal atau tenggorok maka akan terjadi hal-hal sebagai berikut : mulut kering, disfagia, mual, muntah, rambut rontok, dan penurunan produksi saliva.
Bila dilakukan pengobatan pada nodus limfa abdomen, efek yang mungkin terjadi adalah muntah, diare, keletihan, dan anoreksia

2.6 Pemeriksaan penunjang
1. Ananmnesis
Keluhan terbanyak pada penderita adalah pembesaran kelenjar getah bening di leher, aksila, ataupun lipat paha. Berat badan semakin menurun, dan terkadang disertai dengan demam, sering berkeringat dan gatal-gatal.
2. Pemeriksaan Fisik
Palpasi pembesaran kelenjar getah bening di leher terutama supraklavikuler – aksila dan inguinal. Mungkin lien dan hati teraba membesar. Pemeriksaan THT perlu dilakukan untuk menentukan kemungkinan cincin Weldeyer ikut terlibat. Apabila area ini terlibat perlu diperiksa gastrointestinal sebab sering terlibat bersama-sama.
3. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan darah yaitu hemogran dan trombosit. LED sering meninggi dan kemungkinan ada kaitannya dengan prognosis. Keterlibatan hati dapat diketahui dari meningkatnya alkali fosfatase, SGOT, dan SGPT.

4. Sitologi biopsi aspirasi
Biopsi aspirasi jarum halus (BAJAH) sering dipergunakan pada diagnosis pendahuluan limfadenopati jadi untuk identifikasi penyebab kelainan tersebut seperti reaksi hiperplastik kelenjar getah bening, metastasis karsinoma, dan limfoma maligna. Ciri khas sitologi biopsi aspirasi limfoma Hodgkin yaitu populasi limfosit yang banyak aspek serta pleomorfik dan adanya sel Reed-Sternberg. Apabila sel Reed-Sternberg sulit ditemukan adanya sel Hodgkin berinti satu atau dua yang berukuran besar dapat dipertimbangkan sebagai parameter sitologi Limfoma Hodgkin.
Penyulit diagnosis sitologi biopsi aspirasi pada Limfoma non-Hodgkin adalah kurang sensitif dalam membedakan Limfoma non-Hodgkin folikel dan difus. Pada Limfoma non-Hodgkin yang hanya mempunyai subtipe difus, sitologi, biopsi aspirasi dapat dipergunakan sebagai diagnosis definitif.
Penyakit lain dalam diagnosis sitologi biopsi aspirasi Limfoma Hodgkin ataupun Limfoma non-Hodgkin adalah adanya negatif palsu termasuk di dalamnya inkonklusif. Untuk menekan jumlah negatif palsu dianjurkan melakukan biopsi aspirasi multipel hole di beberapa tempat permukaan tumor. Apabila ditemukan juga sitologi negatif dan tidak sesuai dengan gambaran klinis, maka pilihan terbaik adalah biopsi insisi atau eksisi.
5. Histopatologi
Biopsi tumor sangat penting, selain untuk diagnosis juga identifikasi subtipe histopatologi walaupun sitologi biopsi aspirasi jelas limfoma Hodgkin ataupun Limfoma non-Hodgkin.
6. Radiologi
a. Foto thoraks
b. Limfangiografi
c. USG
d. CT scan
7. Laparotomi rongga abdomen sering dilakukan untuk melihat kondisi kelenjar getah bening pada iliaka, para aorta dan mesenterium dengan tujuan menentukan stadium.

2.7 Terapi / penatalaksanaan
Sebagian besar limfoma ditemukan pada stadium lanjut yang merupakan penyakit dalam terapi kuratif. Penemuan penyakit pada stadium awal masih merupakan faktor penting dalam terapi kuratif walaupun tersedia berbagai jenis kemoterapi dan radioterapi. Akhir-akhir ini angka harapan hidup 5 tahun meningkat dan bahkan sembuh berkat manajemen tumor yang tepat dan tersedianya kemoterapi dan radioterapi. Peranan pembedahan pada penatalaksanaan limfoma maligna terutama hanya untuk diagnosis biopsi dan laparotomi splenektomi bila ada indikasi.
1. Radiasi
a. Untuk stadium I dan II secara mantel radikal
b. Untuk stadium III A/B secara total nodal radioterapi
c. Untuk stadium III B secara subtotal body irradiation
d. Untuk stadium IV secara total body irradiation
2. Kemoterapi untuk stadium III dan IV
Untuk stadium I dan II dapat pula diberi kemoterapi pre radiasi atau pasca radiasi. Kemoterapi yang sering dipakai adalah kombinasi.
MOPP (untuk Limfoma Hodgkin)
M : Nitrogen Mustrad 6 mg/m2 hari 1 dan 8
O : Oncovin 1,4 mg/m2 hari I dan VIII
P : Prednison 60 mg/m2 hari I s/d XIV
P : Procarbazin 100 mg/m2 hari I s/d XIV

2.8 Asuhan Keperawatan
A. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
Gejala pada Limfoma secara fisik dapat timbul benjolan yang kenyal, tidak terasa nyeri, mudah digerakkan (pada leher, ketiak atau pangkal paha). Pembesaran kelenjar tadi dapat dimulai dengan gejala penurunan berat badan, demam, keringat malam. Hal ini dapat segera dicurigai sebagai Limfoma. Namun tidak semua benjolan yang terjadi di sistem limfatik merupakan Limfoma. Bisa saja benjolan tersebut hasil perlawanan kelenjar limfa dengan sejenis virus atau mungkin tuberkulosis limfa.
Pada pengkajian data yang dapat ditemukan pada pasien Limfoma antara lain :
1. Data subyektif
a. Demam berkepanjangan dengan suhu lebih dari 38 oC
b. Sering keringat malam
c. Cepat merasa lelah
d. Badan lemah
e. Mengeluh nyeri pada benjolan
f. Nafsu makan berkurang
g. Intake makan dan minum menurun, mual, muntah
2. Data Obyektif
a. Timbul benjolan yang kenyal, mudah digerakkan pada leher, ketiak atau pangkal paha
b. Wajah pucat

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan imunosupresi dan malnutrisi
2. Hipertermi berhubungan dengan tak efektifnya termoregulasi sekunder terhadap inflamasi
3. Nyeri berhubungan dengan interupsi sel saraf
4. Perubahan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan gangguan sistem transport oksigen terhadap perdaharan
5. Gangguan integritas kulit/ jaringan berhubungan dengan massa tumor mendesak ke jaringan luar
6. Intolerans aktivitas berhubungan dengan kelemahan, pertukaran oksigen, malnutrisi, kelelahan.
7. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang kurang, meningkatnya kebutuhan metabolic, dan menurunnya absorbsi zat gizi.
8. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan muntah dan intake yang kurang
9. Perubahan kenyamanan berhubungan dengan mual, muntah
10. Ansietas berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang penyakit, prognosis, pengobatan dan perawatan
11. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang pemajanan/mengingat, kesalahan interpretasi, tidak mengenal sumber-sumber

C. RENCANA/ INTERVENSI KEPERAWATAN
1. Hipertermi berhubungan dengan tak efektifnya termoregulasi sekunder terhadap inflamasi
a.Tujuan : suhu badan dalam batas normal ( 36 – 37,5ºC)
b.Intervensi :
1. Observasi suhu tubuh pasien
Rasional : dengan memantau suhu diharapkan diketahui keadaan sehingga dapat mengambil tindakan yang tepat.
2. Anjurkan dan berikan banyak minum (sesuai kebutuhan cairan anak menurut umur)
Rasional : dengan banyak minum diharapkan dapat membantu menjaga keseimbangan cairan dalam tubuh.
3. Berikan kompres hangat pada dahi, aksila, perut dan lipatan paha.
Rasional : kompres dapat membantu menurunkan suhu tubuh pasien secara konduksi.
4. Anjurkan untuk memakaikan pasien pakaian tipis, longgar dan mudah menyerap keringat.
Rasional : Dengan pakaian tersebut diharapkan dapat mencegah evaporasi sehingga cairan tubuh menjadi seimbang.
5. Kolaborasi dalam pemberian antipiretik.
Rasional : antipiretik akan menghambat pelepasan panas oleh hipotalamus.

2. Nyeri berhubungan dengan interupsi sel saraf
a.Tujuan : nyeri berkurang
b.Intervensi :
1. Tentukan karakteristik dan lokasi nyeri, perhatikan isyarat verbal dan non verbal setiap 6 jam
Rasional : menentukan tindak lanjut intervensi.
2. Pantau tekanan darah, nadi dan pernafasan tiap 6 jam
Rasional : nyeri dapat menyebabkan gelisah serta tekanan darah meningkat, nadi, pernafasan meningkat
3. Terapkan tehnik distraksi (berbincang-bincang)
Rasional : mengalihkan perhatian dari rasa nyeri
4. Ajarkan tehnik relaksasi (nafas dalam) dan sarankan untuk mengulangi bila merasa nyeri
Rasional : relaksasi mengurangi ketegangan otot-otot sehingga mengurangi penekanan dan nyeri.
5. Beri dan biarkan pasien memilih posisi yang nyaman
Rasional : mengurangi keteganagan area nyeri.
6. Kolaborasi dalam pemberian analgetika.
Rasional : analgetika akan mencapai pusat rasa nyeri dan menimbulkan penghilangan nyeri.

3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang kurang, meningkatnya kebutuhan metabolic, dan menurunnya absorbsi zat gizi.
a.Tujuan : kebutuhan nutrisi terpenuhi
b.Intervensi :
1. Beri makan dalam porsi kecil tapi sering
Rasional : memberikan kesempatan untuk meningkatkan masukan kalori total
2. Timbang BB sesuai indikasi
Rasional : berguna untuk menentukan kebutuhan kalori, evaluasi keadequatan rencana nutrisi
3. Sajikan makanan dalam keadaan hangat dan bervariasi
Rasional : meningkatkan keinginan pasien untuk makan sehingga kebutuhan kalori terpenuhi
4. Ciptakan lingkungan yang nyaman saat makan
Rasional : suasana yang nyaman membantu pasien untuk meningkatkan keinginan untuk makan
5. Beri HE tentang manfaat asupan nutrisi
Rasional : makanan menyediakan kebutuhan kalori untuk tubuh dan dapat membantu proses penyembuhan dan meningkatkan daya tahan tubuh.

4. Intolerans aktivitas berhubungan dengan kelemahan, pertukaran oksigen, malnutrisi, kelelahan.
a.Tujuan : aktivitas dapat ditingkatkan
b.Intervensi :
1. Evaluasi respon pasien terhadap aktivitas, peningkatan kelemahan/kelelahan dan perubahan tanda-tanda vital selama dan setelah aktivitas
Rasional : menetapkan kemampuan/kebutuhan pasien dan memudahkan pilihan intervensi
2. Bantu pasien dalam memenuhi kebutuhan ADL
Rasional : meminimalkan kelelahan dan membantu keseimbangan suplay dan kebutuhan oksigen
3. Libatkan keluarga dalam perawatan pasien
Rasional : membantu dan memenuhi ADL pasien
4. Beri aktivitas sesuai dengan kemampuan pasien
Rasional : meminimalkan kelelahan dan membantu keseimbangan suplay dan kebutuhan oksigen).

5. Ansietas berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang penyakit, prognosis, pengobatan dan perawatan
a.Tujuan : pasien tidak cemas/berkurang
b.Intervensi
1. Kaji dan pantau tanda ansietas yang terjadi
Rasional: ketakutan dapat terjadi karena kurangnya informasi tentang prosedur yang akan dilakukan, tidak tahu tentang penyakit dan keadaannya
2. Jelaskan prosedur tindakan secara sederhana sesuai tingkat pemahaman pasien.
Rasional : memberikan informasi kepada pasien tentang prosedur tindakan akan meningkatkan pemahaman pasien tentang tindakan yang dilakukan untuk mengatasi masalahnya
3. Diskusikan ketegangan dan harapan pasien.
Rasional : untuk mengurangi kecemasan yang dirasakan pasien
4. Perkuat faktor-faktor pendukung untuk mengurangi ansiates.
Rasional : untuk mengurangi kecemasan yang dirasakan pasien

D. Evaluasi
Setelah dilakukan pelaksanaan tindakan keperawatan hasil yang diharapkan adalah :
1.Suhu badan dalam batas normal ( 36 – 37,5ºc)
2.Nyeri berkurang
3.kebutuhan nutrisi terpenuhi
4.Aktivitas dapat ditingkatkan/ADL pasien terpenuhi
5.Pasien tidak cemas/berkurang






BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
 Sistem limfatik adalah bagian penting sistem kekebalan tubuh yang memainkan peran kunci dalam pertahanan alamiah tubuh melawan infeksi dan kanker.
 Cairan limfatik adalah cairan putih mirip susu yang mengandung protein, lemak dan limfosit (sel darah putih) yang semuanya mengalir ke seluruh tubuh melalui pembuluh limfatik.
 Tanda dan gejalanya:
- Terdapat pembesaran kelenjar getah bening yang tidak nyeri.
- Hepatosplenomegali, neuropati.
- Gejala sistemiknya yaitu : demam (tipe pel Ebstein) dengan suhu lebih dari 38oC, berkeringat malam hari, lemah badan, gatal-gatal, nafsu makan menurun, daya kerja menurun, nyeri abdomen karena hepatosplenomegali.
- Pola perluasan limfoma Hodgkin sistematis secara sentripetal dan relatif lebih lambat
 Penyebab:
 Penyebabnya tidak diketahui.
 Empat kemungkinan penyebabnya adalah:
- faktor keturunan,
- kelainan sistem kekebalan,
- infeksi virus atau bakteria (HIV, virus human T-cell leukemia/lymphoma (HTLV),
- Epstein-Barr virus (EBV) yang ditemukan pada limfoma Burkitt, Helicobacter Sp) dan toksin lingkungan (herbisida, pengawet dan pewarna kimia).
 Limfoma maligna terbagi atas beberapa stadium yaitu: stadium 1,2,3,dan 4.
 Komplikasi yang timbul adalah efek dari terapi.Yaitu:
- alopesia
- mual
- Muntah
- Dll
 Penatalaksanaan untuk penyakit ini adalah :
- Radiasi
- Kemoterapi yang sering dipakai adalah kombinasi.
- MOPP (untuk Limfoma Hodgkin.
3.2 Saran
Bagi mahasiswa, sebagai perawat nantinya bisa mengaplikasikan ilmu ini atau menerapkannya dalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien limfoma maligna Hodgkin dengan baik dan benar.



















DAFTAR PUSTAKA

http://darsananursejiwa.blogspot.com/2009/04/askep-liofoma-malignakanker-kelenjar.html
http://kumpulanmaterikeperawatan.blogspot.com/2010/04/askep-kelenjar-getah-bening.html
http://id.shvoong.com/medicine-and-health/pathology/1917457-limfoma-non-hodgkin/
http://indokes.blogspot.com/2010/07/askep-limfomakanker-kelenjar-getah.html
http://askep-askep.blogspot.com/2010/01/askep-klien-ca-kel-getah-bening_20.html
http://doctorology.net/?p=368

Tidak ada komentar: