Kamis, 10 Februari 2011

LEUKIMIA

BAB I
PENDAHULUAN


1.1 Latar Belakang
Leukemia adalah istilah umum yang digunakan untuk keganasan pada sumsum tulang dan sistem limpatik (Wong, 1995). Sedangkan menurut Robbins & Kummar (1995), leukemia adalah neoplasma ganas sel induk hematopoesis yang ditandai oelh penggantian secara merata sumsum tulang oleh sel neoplasi.
Leukemia adalah proliferasi sel darah putih yang masih imatur dalam jaringan pembentuk darah. Leukemia merupakan penyakit keganasan dimana sel–sel limfosit normal berkembang menjadi ganas dan dengan segara menggantikan sel–sel yang normal dalam sumsum tulang belakang, sehinga sumsum tulang belakang gagal dalam membentuk sel darah normal dan akhirnya menginfiltrasi ke jaringan tubuh yang lain.
Pada keadaan leukemia terjadi proliferasi sel leukosit yang abnormal, ganas, sering disertai bentuk leukosit yang lain daripada normal, jumlahnya berlebihan dan dapat menyebabkan anemia, trombositopenia, dan diakhiri dengan kematian.
Penderita leukemia memerlukan perhatian khusus dan memerlukan penanganan yang komprehensif baik dari keluarga, perawat, dokter karena leukemia dapat menimbulkan permasalah-permasalah tersendiri disamping dari masalah kesehatan sehingga masalah masalah yang timbul dapat diminimalisir.





1.2 Tujuan
a. Untuk menjelaskan tentang hal-hal yang berhubungan dengan penyakit leukemia
b. Untuk menjelaskan asuhan keperawatan pada klien leukemia
c. Untuk menambah pengetahuan tentang penyakit leukemia

1.3 Manfaat
a. Mahasiswa diharapkan agar dapat memahami hal-hal yang berhubungan dengan penyakit leukemia
b. Mahasiswa diharapkan agar dapat memahami asuhan keperawatan pada klien leukemia
c. Mahasiswa diharapkan agar dapat memahami penyakit leukemia












BAB II
TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Pengertian
Leukemia merupakan penyakit ganas, progresif pada organ-organ pembentukan darah yang ditandai dengan proliferasi dan perkembangan leukosit serta pendahulunya secara abnormal di dalam darah dan sumsum tulang belakang (Ahmad Ramadi, 1998).
Proliferasi sel leukosit yang abnormal, ganas, sering disertai bentuk leukosit yang tidak abnormal, jumlahnya berlebihan, dapat ,menyebabkan anemia, trombositopenia, dan diakhiri dengan kematian (Mansjoer, 1999).
Leukemia adalah istilah umum yang digunakan untuk keganasan pada sumsum tulang dan sistem limpatik (Wong, 1995). Leukemia adalah neoplasma ganas sel induk hematopoesis yang ditandai oleh penggantian secara merata sumsum tulang oleh sel neoplasi. (Robbins & Kummar, 1995).
Menurut jenisnya, leukemia dapat dibagi atas leukemia mieloid dan limfoid. Masing-masing ada yang akut dan kronik. Secara garis besar , pembagian leukemia adalah sebagai berikut yaitu :
1. Leukemia limfoid
a. Leukemia Limfoblastik Akut (LLA)
Merupakan kanker yang paling sering menyerang anak-anak dibawah umur 15 tahun, dengan puncak insidensi antara umur 3 sampai 4 tahun.
Manifestasi dari LLA adalah berupa proliferasi limpoblas abnormal dalam sum-sum tulang dan tempat-tempat ekstramedular. Paling sering terjadi pada laki-laki dibandingkan perempuan. Merupakan LLA yang paling sering terjadi.
Gejala pertama biasanya terjadi karena sumsum tulang gagal menghasilkan sel darah merah dalam jumlah yang memadai, yaitu berupa : lemah dan sesak nafas karena anemia (sel darah merah terlalu sedikit), infeksi dan demam karena berkurangnya jumlah sel darah putih, perdarahan karena jumlah trombosit yang terlalu sedikit. Manifestasi klinis :
• Hematopoesis normal terhambat
• Penurunan jumlah leukosit
• Penurunan sel darah merah
• Penurunan trombosit
b. Leukeumia Limfositik Kronik (LLK)
Leukemia Limfositik Kronik (LLK) ditandai dengan adanya sejumlah besar limfosit (salah satu jenis sel darah putih) matang yang bersifat ganas dan pembesaran kelenjar getah bening. Lebih dari 3/4 penderita berumur lebih dari 60 tahun, dan 2-3 kali lebih sering menyerang pria. Pada awalnya penambahan jumlah limfosit matang yang ganas terjadi di kelenjar getah bening. Kemudian menyebar ke hati dan limpa, dan keduanya mulai membesar. Masuknya limfosit ini ke dalam sumsum tulang akan menggeser sel-sel yang normal, sehingga terjadi anemia dan penurunan jumlah sel darah putih dan trombosit di dalam darah. Kadar dan aktivitas antibodi (protein untuk melawan infeksi) juga berkurang. Sistem kekebalan yang biasanya melindungi tubuh terhadap serangan dari luar, seringkali menjadi salah arah dan menghancurkan jaringan tubuh yang normal.
Manifestasinya adalah :
• Adanya anemia
• Pembesaran nodus limfa
• Pembesaran organ abdomen
• Jumlah eritrosit dan trombosit mungkin normal atau menurun
• Terjadi penurunan jumlah limfosit (limfositopenia)


2. Leukemia Mieloid
a. Leukemia Mielositik akut (LMA)
Leukemia akut ini mengenai sel stem hematopoetik yang kelak berdiferensiasi ke sel myeloid, monosit, granulosit, eritrosit, dan trombosit. Semua kelompok usia dapat terkena. Insidensi meningkat sesuai dengan bertambahnya usia. Merupakan leukemia nonlimfositik yang paling sering terjadi.
Gambaran klinis LMA, antara lain yaitu : terdapat peningkatan leukosit, pembesaran pada limfe, rasa lelah, pucat, nafsu makan menurun, anemia, ptekie, perdarahan , nyeri tulang, infeksi
b. Leukemia Mielogenus Kronik (LMK)
Leukemia Mielositik (mieloid, mielogenous, granulositik, LMK) adalah suatu penyakit dimana sebuah sel di dalam sumsum tulang berubah menjadi ganas dan menghasilkan sejumlah besar granulosit (salah satu jenis sel darah putih) yang abnormal.
Dimasukkan kedalam keganasan sel stem mieloid. Namun lebih banyak terdapat sel normal dibanding dalam bentuk akut, sehingga penyakit ini lebih ringan, jarang menyerang individu di bawah umur 20 tahun, namun insidensinya meningkat sesuai pertambahan umur.
Gambaran klinis LMK mirip dengan LMA, tetapi gejalanya lebih ringan yaitu : Pada stadium awal, LMK bisa tidak menimbulkan gejala. Tetapi beberapa penderita bisa mengalami kelelahan dan kelemahan, kehilangan nafsu makan, penurunan berat badan, demam atau berkeringat dimalam hari, perasaan penuh di perutnya (karena pembesaran limpa).

2.2 Gejala
Manifestasi klinik yang sering dijumpai pada penyakit leukemia adalah sebagai berikut :
a. Pilek tidak sembuh-sembuh
b. Pucat, lesu, anemia, mudah terstimulasi
c. Demam dan anorexia
d. Berat badan menurun
e. Ptechiae, perdarahan, epistaksis, memar tanpa sebab
f. Nyeri pada tulang dan persendian
g. Nyeri abdomen
h. Lumphedenopathy
i. Hepatosplenomegaly
j. Abnormal SDP

2.3 Etiologi
Penyebab yang pasti belum diketahui, akan tetapi terdapat faktor predisposisi yang menyebabkan terjadinya leukemia, yaitu :
a. Faktor genetik : virus tertentu menyebabkan terjadinya perubahan struktur gen (Human T Leukemia Virus) / HLTV).
b. Radiasi
c. Obat-obat imunosupresif, obat-obat kardiogenik seperti diethylstilbestrol.
d. Faktor herediter, misalnya pada kembar monozigot.
e. Kelainan kromosom, misalnya pada down sindrom.

2.5 Komplikasi
Adapun komplikasi dari leukemia secara umum yaitu berupa :
• Pembesaran hati (hepatomegali) dan pembesaran limpa (splenomegali) yaitu kompensasi dari beban organ yang semakin berat kerjanya akibat pemindahan proses pembentukan sel darah dari intramedular (sumsum tulang) ke ekstramedular (hati dan limpa)
• Osteonekrosis yaitu suatu keadaan yang berpotensi melumpuhkan tulang akibat dari komplikasi kombinasi kemoterapi berups dosis tinggi steroid. Insiden dan resiko faktor utama untuk gejala osteonekrosis telah diperiksa pada kelompok perlakuan anak dengan dosis tinggi steroid, prednison dan dexametason untuk anak Leukemia Limfoblas Akut
• Thrombosis meningkat pada pasien dengan Leukemia Limfoblas Akut.
Selain itu dari pengobatan leukemia menyebabkan beberapa komplikasi oral. Masalah mulut mungkin menyusahkan penderita untuk menerima semua pengobatan kankernya. Pada banyak pasien leukemia, komplikasi oral yang paling menyakitkan dan berpotensi kematian. Terkadang, pengobatan leukemia harus dihentikan seluruhnya. Komplikasi pada oral tersebut antara lain :
• Masalah oral yang paling umum adalah peradangan pada membrane mucus pada mulut, infeksi dan penekanan terhadap pembentukan leukosit, masalah dengan sensasi rasa; nyeri, mulut kering, dan lemahnya system imun.
• Mucositis, merupakan peradangan garis oral pada mulut (mukosanya) berlanjut dengan kemerahan, kehilangan epitel barier dan ulserasi. Pada beberapa pasien, mucositis merupakan bagian terburuk dari pengobatan kanker. Mucositis oral mungkin muncul selama 4 sampai 7 hari setelah permulaan kemoterapi. Mucositis oral terutama mempengaruhi mukosa oral yang soft (non-keratin) termasuk palatum molle, orofaring, buccal dan mukosa labia, dasar mulut, dan sisi bawah (ventral) dan permukaan lateral lidah. Resolusi lengkap pada mucositis terjadi 7 sampai 14 hari setelah kemunculannya.
• Penurunan dramatis jumlah immunoglobulin ludah (IgA dan IgG).
• Penurunan dramatis jumlah neutrofil yang melawan infeksi. Sebagai hasilnya, terjadi oral infeksi.
• Infeksi jamur (candida) pada mukosa sering terjadi, dan dapat menyebabkan sensasi terbakar, distorsi rasa, dan masalah penguyahan.
• Infeksi virus, terutama reaktivasi herpes simplex virus type I (HSV-1), sangat serius karena dapat menyebabkan nyeri dan masalah cairan dan nutrisi.
• Perdarahan spontan pada oral yang disebabkan oleh sitotoksik, induksi obat, penurunan jumlah platelet (thrombocytopenia). Penurunan dramatis pada platelet mengawali perdarahan spontan oral ketika jumlah platelet dibawah 20,000 per mm3.
• Sel yang membentuk dentin (odontoblasts), dan sel yang membentuk enamel (ameloblasts), dapat dirusak oleh agen kemoterapi. Hasil akhirnya menyebabkan gigi lebih pendek, tipis, akar meruncing, atau hipomineralisasi atau enamel hipomatur.

2.6 Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang leukemia antara lain :
• Hitung darah lengkap complete blood cell (CBC). CBC kurang dari 10.000/mm3 saat didiagnosis memiliki memiliki prognosis paling baik; jumlah lekosit lebih dari 50.000/mm3 adalah tanda prognosis kurang baik
• Pungsi lumbal untuk mengkaji keterlibatan susunan saraf pusat
• Foto toraks untuk mendeteksi keterlibatan mediastinum.
• Aspirasi sumsum tulang. Ditemukannya 25% sel blas memperkuat diagnosis.
• Pemindaian tulang atau survei kerangka untuk mengkaji keterlibatan tulang.
• Pemindaian ginjal, hati, limpa untuk mengkaji infiltrat leukemik.
• Jumlah trombosit menunjukkan kapasitas pembekuan.

2.7 Penatalaksanaan
a. Penatalaksanaan farmakologis
Ada banyak cara penanganan yang dapat dilakukan pada penderita leukemia dan setiap penanganan mempunyai keunggulan masing-masing. Tujuan pengobatan pasien leukemia adalah meneapai kesembuhan total dengan menghancurkan sel-sel leukemia. Untuk itu, penderita leukemia harus menjalani kemoterapi dan harus dirawat di rumah sakit. Sebelum sumsum tulang kembali berfungsi normal, penderita mungkin memerlukan transfusi sel darah merah untuk mengatasi anemia, transfusi trombosit untuk mengatasi perdarahan, antibiotik untuk mengatasi infeksi. Beberapa kombinasi dari obat kemoterapi sering digunakan dan dosisnya diulang selama beberapa hari atau beberapa minggu.
Secara umum penanganan pada penderita leukemia sebagai berikut:
1. Kemoterapi
Sebagian besar pasien leukemia menjalani kemoterapi. Jenis pengobatan kanker ini menggunakan obat-obatan untuk membunuh sel-sel leukemia. Tergantung pada jenis leukemia, pasien bisa mendapatkan satu jenis obat atau kombinasi dari dua obat atau lebih.
Pasien leukemia bisa mendapatkan kemoterapi dengan berbagai cara:
• Melalui mulut
• Dengan suntikan langsung ke pembuluh darah (atau intravena)
• Melalui kateter (tabung kecil yang fleksibel) yang ditempatkan di dalam pembuluh darah balik besar, seringkali di dada bagian atas. Perawat akan menyuntikkan obat ke dalam kateter, untuk menghindari suntikan yang berulang kali. Cara ini akan mengurangi rasa tidak nyaman dan/atau cedera pada pembuluh darah/kulit.
• Dengan suntikan langsung ke cairan cerebrospinal - jika ahli patologi menemukan sel-sel leukemia dalam cairan yang mengisi ruang di otak dan sumsum tulang belakang, dokter bisa memerintahkan kemoterapi intratekal. Dokter akan menyuntikkan obat langsung ke dalam cairan cerebrospinal. Metode ini digunakan karena obat yang diberikan melalui suntikan IV atau diminum seringkali tidak mencapai sel-sel di otak dan sumsum tulang belakang.
2. Kortikosteroid (prednison, kortison, deksametason, dan sebagainya) secara tappering off.
3. Sitostatika. Selain sitostatika yang lama (6-merkaptopurin atau 6-MP, metotreksat atau MTX) pada waktu ini dipakai pula yang baru dan lebih poten seperti vinkristin (Oncovin), rudidomisin (daunorubycine), sitosin, arabinosid, L-asparaginase, siklofosfamid atau CPA, adriamisin, dan sebagainya. Umunya sitostatika diberikan dalam kombinasi bersama-sama dengan prednison. Pada pemberian obat-obatan ini sering terdapat akibat samping berupa alopesia, stomatitis, leukopenia, infeksi sekunder atau kandidiasis. Hendaknya lebih berhati-hati bila jumlah leukosit kurang dari 2.000/mm3.Infeksi sekunder dihindarkan (bila mungkin penderita diisolasi) dalam kamar yang suci hama.
b. Penatalaksanaan non farmakologis ( Transplantasi Sel Induk /Stem Cell )
Beberapa pasien leukemia menjalani transplantasi sel induk (stem cell). Transplantasi sel induk memungkinkan pasien diobati dengan dosis obat yang tinggi, radiasi, atau keduanya. Dosis tinggi ini akan menghancurkan sel-sel leukemia sekaligus sel-sel darah normal dalam sumsum tulang. Kemudian, pasien akan mendapatkan sel-sel induk (stem cell) yang sehat melalui tabung fleksibel yang dipasang di pembuluh darah besar di daerah dada atau leher. Sel-sel darah yang baru akan tumbuh dari sel-sel induk (stem cell) hasil transplantasi ini.
Setelah transplantasi sel induk (stem cell), pasien biasanya harus menginap di rumah sakit selama beberapa minggu. Tim kesehatan akan melindungi pasien dari infeksi sampai sel-sel induk (stem cell) hasil transplantasi mulai menghasilkan sel-sel darah putih dalam jumlah yang memadai.
Transplantasi sumsum tulang merupakan prosedur dimana sumsum tulang yang rusak digantikan dengan sumsum tulang yang sehat. Sumsum tulang yang rusak dapat disebabkan oleh dosis tinggi kemoterapi atau terapi radiasi. Selain itu, transplantasi sumsum tulang juga berguna untuk mengganti sel-sel darah yang rusak karena kanker. Transplantasi sumsum tulang dapat menggunakan sumsum tulang pasien sendiri yang masih sehat. Hal ini disebut transplantasi sumsum tulang autologus. Transplantasi sumsum tulang juga dapat diperoleh dari orang lain. Bila didapat dari kembar identik, dinamakan transplantasi syngeneic. Sedangkan bila didapat dari bukan kembar identik, misalnya dari saudara kandung, dinamakan transplantasi allogenik. Sekarang ini, transplantasi sumsum tulang paling sering dilakukan secara allogenik.
Alasan utama dilakukannya transplantasi sumsum tulang adalah agar pasien tersebut dapat diberikan pengobatan dengan kemoterapi dosis tinggi dan atau terapi radiasi. untuk mengerti kenapa transplantasi sumsum tulang diperlukan, perlu mengerti pula bagaimana kemoterapi dan terapi radiasi bekerja. Kemoterapi dan terapi radiasi secara umum mempengaruhi sel yang membelah diri secara cepat. Mereka digunakan karena sel kanker membelah diri lebih cepat dibandingkan sel yang sehat. Namun, karena sel sumsum tulang juga membelah diri cukup sering, pengobatan dengan dosis tinggi dapat merusak sel-sel sumsum tulang tersebut. Tanpa sumsum tulang yang sehat, pasien tidak dapat memproduksi sel-sel darah yang diperlukan. Sumsum tulang sehat yang ditransplantasikan dapat mengembalikan kemampuan memproduksi sel-sel darah yang pasien perlukan.
Efek samping transplantasi sumsum tulang tetap ada, yaitu kemungkinan infeksi dan juga kemungkinan perdarahan karena pengobatan kanker dosis tinggi. Hal ini dapat ditanggulangi dengan pemberian antibiotik ataupun transfusi darah untuk mencegah anemia. Apabila berhasil dilakukan transplantasi sumsum tulang, kemungkinan pasien sembuh sebesar 70-80%, tapi masih memungkinkan untuk kambuh lagi. Kalau tidak dilakukan transplantasi sumsum tulang, angka kesembuhan hanya 40-50%.
Terapi stem cell yang rutin digunakan untuk mengobati penyakit saat ini adalah transplantasi stem cell dewasa dari sumsum tulang belakang dan darah perifer serta darah tali pusat bayi.
1. Stem Cell Sumsum Tulang Belakang
Terapi stem cell yang dikenal baik sekarang ini adalah transplantasi stem cell sumsum tulang belakang yang digunakan untuk mengobati leukimia dan kanker lain yang termasuk penyakit keganasan darah. Leukimia adalah kanker sel-sel darah atau leukosit. Seperti sel-sel darah lain, leukosit dibuat dalam sumsum tulang belakang melalui sebuah proses yang dimulai dengan stem cell dewasa multipoten (dapat berdiferensiasi menjadi sel-sel penting dalam tubuh). Leukosit dewasa dilepaskan ke dalam aliran darah dimana mereka bekerja untuk melawan infeksi dalam tubuh. Disebut leukimia ketika leukosit mulai tumbuh dan berfungsi abnormal menjadi kanker. Sel-sel abnormal ini tidak dapat melawan infeksi dan dapat mengganggu fungsi organ lain.
Terapi leukimia bergantung pada menghilangkan leukosit abnormal pada pasien dan membiarkan sel yang sehat untuk tumbuh pada tempatnya. Satu cara untuk lakukan ini melalui kemoterapi menggunakan obat yang keras untuk mencari dan membunuh sel-sel abnormal. Ketika kemoterapi sendiri tidak dapat menghancurkan sel-sel abnormal, tenaga medis kadang lebih memilih transplantasi sumsum tulang belakang. Pada transplantasi sumsum tulang belakang, stem cell sumsum tulang belakang pasien tergantikan dengan donor sehat yang cocok. Untuk melakukan hal ini, sumsum tulang belakang pasien dan leukosit abnormal pertama-tama dihancurkan menggunakan kombinasi terapi dan radiasi. Selanjutnya, sampel donor sumsum tulang belakang yang mengandung stem cell yang sehat dimasukkan ke dalam aliran darah pasien. Jika transplantasi sukses, stem cell akan berpindah ke sumsum tulang belakang pasien dan memproduksi leukosit sehat yang baru untuk menggantikan sel-sel abnormal.
2. Stem Cell Darah Perifer
Sebagian besar stem cell darah tersimpan di dalam sumsum tulang belakang, sementara sejumlah stem cell muncul dalam aliran darah. Stem cell darah perifer multipoten dapat digunakan seperti sumsum tulang belakang untuk mengobati leukemia, kanker lain dan berbagai gangguan darah. Stem cell dari darah perifer lebih mudah untuk dikumpulkan dibandingkan dengan stem cell sumsum tulang belakang yang harus diekstrak dari dalam tulang. Hal ini yang membuat stem cell darah perifer merupakan pilihan pengobatan yang tidak seefektif stem cell sumsum tulang belakang. Karena ternyata, stem cell darah perifer jumlahnya sedikit dalam aliran darah sehingga mengumpulkan untuk melakukan transplantasi dapat menimbulkan masalah.
3. Stem Cell Darah Tali Pusat
Bayi baru lahir tidak membutuhkan tali pusat sehingga tali pusat ini akan dibuang. Dalam beberapa tahun ini, darah kaya akan stem cell multipoten ditemukan dalam tali pusat terbukti berguna dalam mengobati beberapa jenis masalah kesehatan yang sama pada pasien yang diterapi dengan stem cell sumsum tulang belakang dan darah perifer. Transplantasi stem cell darah tali pusat lebih sedikit untuk ditolak dibandingkan stem cell sumsum tulang belakang dan darah perifer. Hal ini mungkin disebabkan stem cell sumsum tulang belakang dan darah perifer belum berkembang sehingga dapat dikenali dan diserang oleh kekebalan tubuh resipien. Juga, karena darah tali pusat baru memiliki sedikit sel-sel kekebalan yang berkembang, sehingga risiko kecil sel-sel yang ditransplantasi akan menyerang tubuh resipien, sebuah masalah yang disebut penyakit graft versus host. Baik keanekaragaman dan ketersediaan stem cell darah tali pusat membuat menjadi sumber poten untuk terapi transplantasi.

2.8 Asuhan Keperawatan
A. PENGKAJIAN
Pengkajian pada leukemia meliputi :
• Riwayat penyakit
• Kaji adanya tanda-tanda anemia :
o Pucat
o Kelemahan
o Sesak
o Nafas cepat
• Kaji adanya tanda-tanda leucopenia
o Demam
o Infeksi
• Kaji adanya tanda-tanda trombositopenia :
o Ptechiae
o Purpura
o Perdarahan membran mukosa
• Kaji adanya tanda-tanda invasi ekstra medula :
o Limfadenopati
o Hepatomegali
o Splenomegali
• Kaji adanya :
o Hematuria
o Hipertensi
o Gagal ginjal
o Inflamasi disekitar rectal
o Nyeri
SISTEM DATA SUBYEKTIF DATA OBYEKTIF
Aktivitas Lesu, lemah, terasa payah, merasa tidak kuat untuk melakukan aktivitas sehari-hari Kontraksi otot lemah
Klien ingin tidur terus dan tampak bingung
Sirkulasi Berdebar Tachycardi, suara mur-mur jantung, kulit dan mukosa pucat, defisit saraf cranial, terkadang ada pendarahan cerebral.
Eliminasi Diare, anus terasa lebih lunak, dan terasa nyeri. Adanya bercak darah segar pada tinja dan kotoran berampas, Adanya darah dalam urine dan terjadi penurunan output urine. Perianal absess, hematuri.
Rasa nyaman Nyeri abdominal, sakit kepala, nyeri persendian, sternum terasa lunak, kram pada otot. Meringis, kelemahan, hanya berpusat pada diri sendiri.
Rasa aman Merasa kehilangan kemampuan dan harapan Riwayat infeksi yang berulang, riwayat jatuh, perdarahan yang tidak terkonrol meskipun trauma ringan. Depresi, mengingkari, kecemasan, takut, cepat terangsang, perubahan mood dan tampak bingung. Panas, infeksi, memar, purpura, perdarahan retina, perdarahan pada gusi, epistaksis, pembesaran kelenjar limpa, spleen, atau hepar, papiledema dan exoptalmus,
Makan dan minum Kehilangan nafsu makan, tidak mau makan, muntah, penurunan berat badan, nyeri pada tenggorokan dan sakit pada saat menelan. Distensi abdomen, penurunan peristaltic usus, splenomegali, hepatomegali, ikterus, stomatitis, ulserasi pada mulut, gusi membengkak (acute monosit leukemia).
Sexualitas Perubahan pola menstruasi, menorhagi, impoten.
Neurosensori Penurunan kemampuan koordinasi, perubahan mood, bingung, disorientasi, kehilangan konsentrasi, pusing, kesemutan, telinga berdenging, kehilangan rasa Peningkatan kepekaan otot, aktivitas yang tak terkontrol.
Respirasi Nafas pendek, Dyspnoe, tachypnoe, batuk, ada suara ronci, rales, penurunan suara nafas.
Belajar Riwayat terpapar bahan kimia seperti benzena, phenilbutazone, chloramfe-nikol, terkena paparan radiasi, riawat pengobatan dengan kemotherapi. Kesalahan kromosom,

Data penunjang:
Penghitungan sel darah :
• Normocitic, normokromik anemia
• Hb < 10 g/100 ml • Retikulosit : rendah • Trombosit : < 50.000/mm • SDP > 50.000/cm dengan peningkatan SDP imatur tampak blast sel leukemia
• PT/PTT memanjang
• LDH meningkat
• Serum asam urat dalam urine : meningkat
• Serum lysozym : meningkat terutama pada acut monosit dan myelosit leukemia.
• Serum tembaga : meningkat
• Serum Zinc : menurun
• Biopsy sumsum tulang: abnormal SDP lebih dari 50%, lebih dari 60- 90% blast sel,
• Chest X- Ray : Pembesaran hepar dan lien
B. DIAGNOSA
1. Resiko tinggi terjadi infeksi s.d penurunan daya tahan tubuh dan leucopenia.
2. Gangguan pemenuhan cairan kurang dari kebutuhan tubuh s.d kurang intake cairan, mual dan muntah.
3. Gangguan rasa nyaman nyeri s.d pembesaran organ intra abdominal, dan manifestasi dari efek terapi.
4. Intoleransi aktivitas s.d kelemahan, pusing, dan penurunan cadangan energi.
5. Kurang pengetahuan tentang penyakit s.d. kurang informasi tentang penyakit dan salah interpretasi tentang penyakitnya.



C. INTERVENSI
DX INTERVENSI RASIONAL
1 - Tempatkan pada ruang khusus dan batasi pengunjung. Awasi pemberian buah dan sayur segar.
- Lakukan protap pencucian tangan bagi setiap orang yang kontak dengan klien
- Monitor suhu dan observasi terjadinya demam


- Cegah peningkatan suhu tubuh dengan cara pemberian cairan yang adekuat serta lakukan kompres hangat.
- Lakukan pemeriksaan suara nafas dan batuk secara teratur..
- Jaga integritas kulit, luka yang terbuka dan kebersihan kulit dengan pembersih anti bakteri.

- Periksa mukosa mulut dan lakukan oral hygiene.

- Jaga kebersihan kebersihan anus dan genital.
- Awasi istirahat dan pola tidur klien secara ketat.
- Berikan asupan makanan yang adekuat yang mengandung cairan serta protein tinggi.
- Lakukan tindakan kolaborasi:
- Blood test count : SDP dan Neutrofil.


- Lakukan kulture

- Berikan antibiotik sesuai order. - Untuk menjaga klien dari agent patogen yang dapat menyebabkan infeksi.
- Mencegah infeksi silang, menurunkan resiko infeksi

- Progresive hipertermia sebagai pertanda infeksi atau demam sebagai efek dari pemakaian kemotherapi maupun tranfusi
- Membantu menghilangkan demam yang dapat menimbulkan ketidak seimbamgan cairan tubuh, ketidak nyamanan serta komplikasi SSP.
- Mencegah sumbatan sekresi saluran pernafasan.
- Untuk mencegah infeksi loKal. (Luka biasanya tidak bernanah akibat rendahnya kadar granulosit).
- Jaringan mukosa mulut merupakan medium bagi perkembangan bakteri.
- Untuk mencegah terjadinya infeksi anal maupun genital.
- Untuk konservasi energi bagi perkembangan sel-sel klien.
- Untuk mempertahankan daya tahan tubuh klien dan keseimbangan cairan tubuh kien.

- Penurunan SDP merupakan kesimpulan dari proses penyakit dan efek samping dari pengobatan kemoterapi.
- Untuk mengetahui sensitivitas kuman.
- Untuk mencegah infeksi
2 - Monitor intake dan out-put




- Timbang berat badan setiap hari

- Monitor TD dan frekwensi jantung.

- Evaluasi turgor kulit, CRT, dan kondisi mukosa.

- Perhatikan mukosa dari ptechie, ecchymosis, perdarahan gusi.


- Perhatikan adanya demam

- Lakukan tindakan yang lembut untuk mencegah perlukaan seperti menggunakan sikat gigi yang lembut, kapas swab, gunakan alat cukur elektrik.
- Kolaborasi:
- Lakukan pemasangan IV line

- Monitor laboratorium Platelet, Hb/H



- Berikan anti muntah

- Berikan SDM, trombosit, faktor pembekuan
- Penurunan volune cairan dapat menjadi prekusor kerusakan SDM sehingga dapat menimbulkan kerusakan tubulus ginjal dan terbentuknya batu ginjal.
- Untuk melakukan analisis tentang fungsi ginjal.
- Perubahan dapat menjadi indikasi hipovolemia.
- Sebagai indicator status dehidrasi.


- Penekanan bone narrow dan produksi platelet yang rendah beresiko menimbulkan perdarahan yang tak terkontrol.
- Mempengaruhi pemasukan, kebutuhan cairan dan rute penggantian
- Jaringan yang lemah, dan mekanisme pembekuan yang abnormal sering menjadi penyebab perdarahan tak terkontrol.


- Untuk mempertahankan kebutuhan cairan tubuh.
- Jika platelet count < 20.000/mm3, pasien cenderung pendarahan spontan. Penurunan Hb/Ht dapat menimbulkan perdarahan.
- Mencegah hilangnya cairan melalui muntahan.
- Menormalkan jumlah SDM dan kapasitas pembawa oksigen untuk memperbaiki anemia, berguna untuk mencegah/mengobati perdarahan
3 - Kaji keluhan nyeri dengan skala nyeri (0 – 10)
- Monitor vital sign dan kaji ekpresi nonverbal.
- Jaga lingkungan agar tetap tenang

- Kurangi stimulasi yang meningkatkan stress.
- Letakkan pada posisi nyaman

- Lakukan perubahan posisi secara periodic
- Kolaborasi:
- Berikan analgetik non narkotik


- Berikan analgetik narkotik
- Berikan agen antiansietas - Untuk mempermudah intervensi dan observasi terhadap nyeri
- Mengetahui efektivitas tindakan terhadap nyeri.
- Meningkatkan kesempatan istirahat dan memperbaiki mekanisme koping.
- Mencegah rasa tidak nyaman pada persendian
- Meningkatkan sirkulasi jaringan dan mobilitas sendi.
- Untuk mengetahui kemampuan kontrol klien terhadap nyeri.

- Digunakan bila nyeri ringan yang tidak hilang dengan tindakan kenyamanan
- Mengatasi nyeri yang berat
- Diberikan untuk meningkatkan kerja analgesik
4 - Evaluasi laporan kelemahan, perhatikan ketidakmampuan untuk berpartisipasi dalam aktivitas sehari-hari
- Berikan lingkungan yang tenang dan periode istirahat tanpa gangguan
- Jadwalkan makan sekitar kemoterapi. Berikan kebersihan mulut dan anti emetik sesuai indikasi - Efek leukemia, anemia, dan kemoterapi mungkin kumulatif


- Mengemat energy untuk aktivitas dan penyembuhan jaringan
- Dapat meningkatkan input dan menurunkan mual


5 - Kaji ulang patologi bentuk khusus leukemia dan berbagai bentuk pengobatan.

- Tinjau ulang dengan pasien atau orang terdekat pemahaman diagnosa khusus, alternatif pengobatan, dan sifat harapan.

- Tentukan persepsi pasien tentang kanker dan pengobatan kanker : tanyakan tentang pengalaman pasien sendiri/sebelumnya atau pengalaman orang lain yang mempunyai kanker.

- Berikan informasi yang jelas dan akurat dalam cara yang nyata tetapi sensitif. Jawab pertanyaan secara khusus, tetapi tidak memaksakan dengan detil-detil yang tidak penting.



- Berikan pedoman antisipasi pada pasien/orang terdekat mengenai protocol pengobatan. Lama terapi,hasil yang diharapkan,kemungkinan efek samping. Bersikap jujur dengan pasien.
- Pengobatan dapat termasuk berbagai obat antineoplastik, radiasi seluruh tubuh atau hati, tranfusi, dan transplantasi sumsum tulang.
- Memfalidasi tingkat pemahaman saat ini, dan memberikan dasar pengetahuan dimana pasien membuat keputusan berdasarkan informasi
- Membantu identivikasi ide, sikap,rasa takut,kesalahan konsepsi,dan kesenjangan pengetahuan tentang kanker.



- Membantu penilaian diagnosa kanker, memberikan informasi yang diperlukan selama waktu menyerapnya. Kecepatan dan metode pemberian informasi perlu diubah agar menurunkan ansietas pasien dan meningkatkan kemampuan untuk mengasimilasi informasi.
- Pasien mempunyai “hak untuk tau” (diinformasikan) dan berpartisipasi dalam pohon keputusan. Informasi akurat atau detil membantu menghilangkan rasa takut dan ansietas. Mengklarifikasi rutinitas yang diharapkan. Dan memungkinkan pasien mempertahankan beberapa derajat control.

D. Evaluasi
• Infeksi tidak terjadi atau dapat dicegah
• Klien menunjukkan teknik dan perubahan pola hidup untuk meningkatkan keamanan lingkungan serta meningkatkan penyembuhan
• Volume cairan tubuh dapat dipertahakan dalam keadaan seimbang
• Nadi teraba
• Haluaran urine, berat jenis dan pH dalam batas normal
• Nyeri hilang/terkontrol, menunjukkan prilaku penanganan nyeri
• Tampak rileks dan mampu tidur/istirahat dengan tenang
• Aktifitas dapat ditoleransi sesuai dengan kemampuan klien, terlihat peningkatan toleransi klien terhadap aktifitas
• Berpartisipasi dalam aktifitas sehari-hari sesuai tingkat kemampuan,
• Menunjukkan penurunan tanda fisiologis tidak toleran, misalnya nadi, pernafasan dan TD dalam batas normal
• Pengetahuan klien tentang penyakitnya bertambah
• Menyatakan pemahaman tentang kondisi atau proses penyakit atau pengobatan
• Berpartisipasi dalam program pengobatan





























BAB III
PENUTUP


3.1 Kesimpulan
• Leukemia merupakan penyakit ganas, progresif pada organ-organ pembentukan darah yang ditandai dengan proliferasi dan perkembangan leukosit serta pendahulunya secara abnormal di dalam darah dan sumsum tulang belakang
• Menurut jenisnya, leukemia dapat dibagi atas leukemia mieloid dan limfoid. Masing-masing ada yang akut dan kronik.
• Etiologi leukemia antara lain
1. Faktor genetik
2. Radiasi
3. Obat-obat
4. Faktor herediter
5. Kelainan kromosom
• Penatalaksanaan pasien leukemia terdiri dari atas :
o penatalaksanaan farmakologis
 kemoterapi
 kortikosteroid
 sitostatika
o penatalaksanaan non farmakologis
 transplantasi stem cell sumsum tulang
 transplantasi stem cell darah perifer
 transplantasi stem cell tali pusat
• Diagnosa yang mungkin muncul pada klien leukemia adalah
o Resiko tinggi terjadi infeksi s.d penurunan daya tahan tubuh dan leucopenia.
o Gangguan pemenuhan cairan kurang dari kebutuhan tubuh s.d kurang intake cairan, mual dan muntah.
o Gangguan rasa nyaman nyeri s.d pembesaran organ intra abdominal, dan manifestasi dari efek terapi.
o Intoleransi aktivitas s.d kelemahan, pusing, dan penurunan cadangan energi.
o Kurang pengetahuan tentang penyakit s.d. kurang informasi tentang penyakit dan salah interpretasi tentang penyakitnya.

3.2 Saran
Dengan adanya makalah in diharapkan mahasiswa dapat lebih mengetahui hal-hal yang berhubungan dengan penyakit leukemia.

Tidak ada komentar: