Minggu, 20 Januari 2013

Pengembangan Potensi Bisnis Wisata Sejarah Pabrik Gula dan Model Pemasarannya


 
Indonesia mempunyai hasil bumi yang melimpah sejak zaman dulu. Tak heran, banyak bangsa asing yang ingin menjajah Indonesia untuk mendapatkan hasil bumi tersebut. Lebih dari tiga ratus lima puluh tahun Indonesia dijajah bangsa Belanda. Selama itu pula beraneka ragam kekayaan bumi di Indonesia ini dieksploitasi. Salah satunya adalah tebu yang dapat diolah menjadi gula (di samping hasil bumi lain seperti kopi, tembakau, cengkeh, rempah-rempah dan lain-lain).
Tebu termasuk genus Saccharum Officanarum L. Termasuk keluarga rumput-rumputan (graminae). Tebu merupakan tanaman perkebunan semusim dan hanya tumbuh di daerah tropis, yang mempunyai ketinggian tanah 1 sampai 1300 meter di atas permukaan air laut. Di Indonesia terdapat beberapa jenis tebu, setiap jenis tebu memiliki ukuran batang serta warna yang berlainan. Tebu termasuk tumbuhan berbiji tunggal. Tinggi tumbuhan tebu berkisar 2-4 meter. Batang pohon tebu terdiri dari banyak ruas yang setiap ruasnya dibatasi oleh buku-buku sebagai tempat duduknya daun. Batang tebu mengandung air gula yang berkadar sampai 20%. Bentuk daun tebu berbentuk helaian dengan pelepah. Panjang daun dapat mencapai 1-2 meter dan lebar 4-8 cm dengan permukaan kasar dan berbulu. Bunga tebu berupa bunga majemuk yang berbentuk malai di puncak sebuah poros gelagah. Akar tebu berbentuk serabut.
Tebu memiliki usia panen kurang lebih satu tahun sejak ditanam. Area perkebunan yang digunakan untuk menanam tebu memerlukan luas tanah hingga mencapai 70.000 hektar. Namun, tebu juga bisa ditanam di halaman rumah. Menanam tebu mempunyai banyak manfaat, selain sebagai penghijauan dan mengurangi polusi udara, tanaman tebu merupakan habitat bagi serangga, seperti belalang dan kupu-kupu, serta batang tebu dapat diolah menjadi gula tebu.
Gula tebu (sugar cane) berperan penting untuk mengolah makanan dan sejenisnya. Pulau Jawa merupakan salah satu penghasil gula yang melimpah. Pada pertengahan abad ke-19, di Indonesia banyak didirikan pabrik gula oleh bangsa Belanda. Belanda menerapkan teknologi paling canggih yang dimilikinya, sehingga Indonesia menjadi produsen gula terbesar di dunia saat itu.
Wisata sejarah merupakan salah satu potensi bisnis yang bisa dikembangkan oleh para pelaku industri gula. Wisata sejarah, kalau dibayangkan yang ada di pikiran setiap orang pasti sebuah museum dengan peninggalan sejarah di dalamnya. Di dalam museum ada tombak, pedang, panah, busur, arca-arca, patung, alat-alat untuk upacara pada zaman kerajaan dulu dan lain-lain. Tapi, pada zaman sekarang pengembangan wisata sejarah tidak hanya difokuskan pada peninggalan kerajaan zaman dulu. Wisata sejarah perlu juga dikembangkan pada pabrik gula dan pengembangan wisata sejarah itu tidak hanya sekedar membangun museum.
Hampir semua pabrik gula di Indonesia berumur tua, karena dibangun pada masa kolonial Belanda. Apabila pabrik gula tersebut dikembangkan dengan baik, potensi tersebut bisa dioptimalkan dengan membuat model wisata sejarah yang menarik. Perkembangan wisata sejarah industri gula nantinya diharapkan dapat memberikan keuntungan yang besar baik bagi pelaku industri gula, pemilik pabrik gula, negara maupun masyarakat pada umumnya. Diharapkan masyarakat dapat mengenal, mengetahui dan memahami perkembangan proses pembuatan gula dengan cara tradisional, dengan mesin uap sampai era modern seperti saat ini, yaitu dengan mesin-mesin bertenaga listrik. Dengan adanya wisata sejarah ini masyarakat juga dapat mengetahui perkembangan perkebunan tebu dan industri gula di Indonesia dari zaman kolonial Belanda sampai sekarang.
Wisata sejarah pabrik gula hendaknya bernuansa historis  dan memadukan unsur edukasi dan rekreasi. Wisata sejarah pabrik gula sebaiknya dibuat dalam area yang cukup luas dan lengkap dengan berbagai fasilitas serta menyajikan keindahan alam dan arsitektur kuno yang dipadukan dengan arsitektur modern. Komposisi wahana yang dibuat hendaknya juga beragam dan sedemikian rupa. Sehingga pengunjung tidak merasa bosan karena tempat wisata yang dikunjunginya mempunyai beragam wahana yang berbeda, tidak monoton.
Macam-macam wahana yang bisa dibuat dalam wisata sejarah pabrik gula antara lain wahana pendidikan yang menjadi pusat perhatian diantaranya adalah museum, perkebunan tebu, miniatur pabrik gula, toko gula / souvenir center, dan stand yang memajang pemanfaaatan pohon tebu dan gula tebu dalam kehidupan sehari-hari. Wahana yang berfungsi sebagai tempat rekreasi antara lain maze/ mozaik dari pohon tebu, kolam renang yang didesain dengan nuansa perkebunan tebu, flying fox, dan lain-lain.
Museum adalah sebuah wahana yang sangat vital dan perlu dibangun untuk mengembangkan potensi wisata sejarah pabrik gula. Museum gula ini berfungsi sebagai pusat pembelajaran dan pengetahuan tentang sejarah gula. Banyak daerah di Pulau Jawa yang memiliki pabrik gula. Tapi baru daerah Klaten, Jawa Tengah yang memiliki Museum Gula.
Museum gula hendaknya terdiri dari ruang pameran, laboratorium, perpustakaan, ruang auditorium dan ruang informasi. Pada ruang pameran bisa dipamerkan perkembangan sejarah gula dari zaman penjajahan hingga kini, peta Jawa Timur (dan/atau Pulau Jawa) dengan lokasi pabrik gulanya, maket pabrik gula (secara umum), serta proses produksi gula, sejak dari masa penanaman hingga pembuatan gula.
Ruang berikutnya dapat diisi dengan pameran berbagai bibit/ jenis tebu (tebu Cirebon/hitam, tebu kasur, POJ 100,POJ 2364, EK 28, POJ 2878 dan lain-lain), koleksi berbagai macam alat-alat pertanian tradisional yang digunakan untuk penanaman dan pemeliharaan tebu, seperti cangkul, sabit, dan lain-lain. Untuk menambah daya tarik bisa juga dipajang berbagai hama pengganggu tanaman dan penyakit-penyakit pada pohon tebu. Macam-macam alat tradisonal yang digunakan pada masa lampau untuk memproses tebu menjadi kristal gula, beberapa produk pabrik gula sampai limbahnya (seperti gula pasir, tetes tebu, ampas tebu, dan sebagainya) bisa menjadi daya tarik tersendiri bagi pengunjung. Hal yang tak kalah pentingnya yaitu, mesin-mesin yang digunakan di sebuah pabrik gula (manual-modern) dan sarana pengangkut tebu dan gula, seperti pedati dan angkutan yang digunakan untuk mengawasi kebun tebu, akan menjadi suguhan sejarah perkembangan gula di masa lampau. Bila ada koleksi kereta kuno/ lori yang dulu dimanfaatkan sebagai alat angkut tebu juga bisa dipajang untuk menambah daya tarik pengunjung. Untuk era modern seperti saat ini bisa ditambahkan stand yang berisi mekanisme atau fabrikasi pembuatan gula tebu dari pabrik gula modern. Selanjutnya, bisa ditambahkan stand yang memajang pemanfaaatan pohon tebu dan gula tebu dalam kehidupan sehari-hari, seperti kerajinan tangan dari bunga tebu, pupuk kompos yang diolah dari gula tetes dan lain sebagainya.
Ruang berikutnya bisa diisi dengan meja kerja dengan berbagai jenis perangkat/ peralatan kerja seperti mesin ketik, mesin hitung, alat hitung manual zaman dulu. Beberapa foto penunjang juga bisa dipamerkan. Foto-foto penunjang yang bisa dipamerkan, antara lain: foto pabrik gula lama dan baru, foto upacara giling pertama, tiruan visualisasi ruang administrasi lama dan baru, foto-foto kepala pabrik gula, foto-foto kepala PTPN (Perseroan Terbatas Perkebunan Nusantara) dari pejabat pertama hingga terkini dan sebagainya.
Pada laboratorium bisa dipajang alat-alat laboratorium, fungsi laboratorium dan penelitian terkini untuk perkembangan produksi gula tebu dapat menjadi suguhan yang menarik untuk para pengunjung. Auditorium dalam museum gula bisa digunakan untuk rapat, pertemuan-pertemuan penting, tutorial dan lain-lain.
Pada wahana museum, bisa diawali dengan cerita yang menggambarkan awal mula adanya tanaman tebu di Indonesia. Di Jawa, tanaman tebu diperkirakan sudah sejak lama dibudidayakan, yaitu pada zaman Aji Saka sekitar tahun 75 M. Perantau China, I Tsing, mencatat bahwa tahun 895 M gula yang berasal dari tebu dan nira kelapa telah diperdagangkan di Nusantara. Pada abad ke-17, bangsa Belanda membawa perubahan pada perkembangan tanaman tebu dan industri gula di Jawa. Pada saat itu banyak dibuka lahan-lahan perkebunan untuk menanam tebu. Masa itu disebut dengan masa sistem tanam paksa, karena memberikan keuntungan besar untuk bangsa kolonial. Perekonomian kolonial saat itu sangat dipengaruhi oleh daya tarik dan keuntungan yang diperoleh dari perkebunan tebu.
Adanya perkebunan tebu di Indonesia mendorong munculnya pabrik gula, untuk pembuatan gula. Perkebunan tebu dan pabrik gula saat itu menjadi motor perekonomian Hindia Belanda, terutama di Pulau Jawa.
Pengolahan gula saat itu berjalan dengan proses yang sederhana. Sebagai gilingan digunakan dua buah selinder kayu yang diletakkan berhimpitan kemudian diputar dengan tenaga hewan (kerbau) atau manusia. Tebu dimasukkan diantara kedua selinder, kemudian nira yang keluar ditampung dalam suatu bejana besar yang terdapat di bawah gilingan. Pada saat panen tebu, alat pengolahan gula ini bisa dipindahkan mendekati kebun.
Pada pertengahan abad ke-17 telah dilakukan ekspor gula ke Eropa yang berasal dari 130 pengolahan gula (PG tradisional) di Jawa. Seiring dengan perjalanan sejarah, jumlah PG di Jawa turun naik berfluktuasi. Ketika India mulai melakukan ekspor gula ke Eropa, industri gula di Jawa mengalami persaingan ketat sehingga beberapa diantaranya tutup. Pada tahun 1745 di Jawa tersisa 65 PG, tahun 1750 bertambah menjadi 80 PG, kemudian akhir abad XVIII menyusut kembali menjadi 55 PG.
Setelah sistem tanam paksa dihentikan, penanaman perkebunan tebu dilakukan oleh pengusaha-pengusaha swasta. Perluasan perkebunan tebu terpusat di daerah Pulau Jawa, karena jenis tanah dan pola pertanian di Pulau Jawa lebih sesuai untuk penanaman tebu.
Perkembangan berikutnya, beberapa PG mulai bermunculan di Jawa dengan dukungan pembangunan infrastruktur besar-besaran terutama dalam penyediaan sarana irigasi. Pada awal abad ke-19, industri gula yang lebih modern yang dikelola orang-orang Eropa mulai bermunculan. PG modern pertama didirikan di daerah Pamanukan (Subang) dan Besuki (Jawa Timur).
Perlu juga digambarkan perkembangan industri gula di beberapa daerah. Di Yogyakarta perkebunan tebu berkembang sejak abad ke-19. Di daerah Swapraja ini banyak pabrik gula dibangun yang berpengaruh besar pada perekonomian masyarakat. Pada tahun 1920-an perusahaan gula memperluas lahan perkebunan tebu di Lengkong, Kulon Progo, Kebonongan dan Pedokan.
Di Rembang dan Pati, Jawa Tengah, pabrik gula membangun waduk untuk pengairan yang dapat dinikmati oleh pertanian masyarakat. Sehingga perusahaan gula menerima imbalan berupa diperbolehkan memperluas lahan penanaman tebu.
Industri gula Jawa pada akhirnya berkembang cukup pesat dan bahkan menjadi acuan bagi industri gula tebu dunia lainnya. Inovasi teknologi prosesing gula tebu yang dimulai abad ke-19 tersebut, kemudian disempurnakan dengan berbagai inovasi teknologi di abad ke-20 hingga saat ini masih bertahan dan dipakai oleh sebagian besar PG Jawa.
Untuk wahana perkebunan tebu hendaknya dilengkapi dengan petugas/ pemandu wisata yang bisa menjelaskan/ memberikan tutorial tentang penanaman tebu dan perawatannya. Wahana ini akan menjadi wahana yang sangat menarik bagi anak-anak bila dilengkapi dengan praktek menanam tebu secara langsung, perawatan tanaman tebu, cara menebang tebu yang benar dan lain sebagainya. Bisa juga ditambahkan fasilitas lain seperti tur mengelilingi kawasan wisata sejarah pabrik gula dengan menggunakan lokomotif kereta uap (atau kereta mini).
Miniatur pabrik gula yang dibangun sesuai dengan aslinya, akan meningkatkan minat pengunjung untuk menikmati sajian wisata yang dikunjunginya. Perlu dijelaskan pada pengunjung bahwa pembuatan gula pasir dari batang tebu menggunakan prinsip dasar kristalisasi.
Batang tebu dihancurkan dan diperas hingga terbentuk cairan, lalu disaring. Cairan tebu diuapkan dengan penguap hampa udara sehingga semakin lama akan terbentuk larutan gula yang lewat jenuh sampai terbentuk kristal-kristal gula pasir. Kristal-kristal gula pasir dipisahkan dari cairan yang tidak mengkristal. Setelah itu, kristal dikeringkan hingga diperoleh kristal gula pasir atau gula putih. Cairan tebu yang tidak mengkristal disebut gula tetes dan digunakan sebagai bahan baku pembuatan vetsin atau MSG (monosodium glutamate), gula tetes juga berfungsi dalam proses pembuatan pupuk kompos/ komposter.
Untuk unsur rekreasi bisa diisi dengan  berbagai pilihan wahana permainan seperti: maze/ mozaik dari pohon tebu, Flying Fox, Kolam Renang yang didesain dengan nuansa perkebunan tebu, Wall Climbing, roller coaster dan lain-lain. Agar semakin lengkap, perlu juga dibangun restoran/ kafetaria untuk tempat bersantai sambil menyantap menu-menu makanan, souvenir center untuk mencari oleh-oleh makanan hasil olahan gula dan produk gula tebu serta fasilitas tempat ibadah yaitu musholla.
Model pemasaran wisata sejarah pabrik gula ini hendaknya menekankan bahwa konsumen merupakan individu pengambil keputusan serta mempertimbangkan aspek psikologi dan sosial individu. Pada dasarnya, perilaku setiap individu berbeda-beda. Perbedaan perilaku itu juga terdapat ketika mereka mengkonsumsi barang dan jasa.
Pelaku industri gula hendaknya memperhatikan sifat-sifat individu dalam menikmati suguhan yang disajikan wisata sejarah pabrik gula dan mengetahui karakteristik serta gaya hidup para konsumennya. Pelaku industri gula hendaknya berpegang pada konsep pemasaran obyek wisata, sehingga dapat menentukan keinginan konsumen dan memberikan kepuasan yang lebih baik daripada yang diberikan oleh pesaing.
Kualitas barang pada souvenir center juga perlu diperhatikan, karena kualitas barang yang bagus sangat mempengaruhi daya beli konsumen, konsumen pasti mengutamakan barang yang berkualitas tinggi pada saat melakukan pembelian.
Pelaku industri gula dapat membuat konsumen senantiasa mengingat wisata sejarah pabrik gula dengan cara menampilkan iklan secara periodik dan bervariasi, sehingga akan selalu diingat oleh konsumen. Namun, apabila pengulangan iklan terlalu sering dilakukan, hal itu dapat menimbulkan kebosanan konsumen, karena itu penting juga untuk melakukan variasi dalam suatu iklan agar obyek wisata ini tetap melekat dalam benak konsumen tanpa menimbulkan kebosanan.
Pelaku industri gula juga bisa memanfaatkan internet sebagai unsur dalam model pemasaran. Pemasaran dengan sarana internet dapat menjangkau kalangan menengah ke atas. Yang tak kalah pentingnya dalam pemasaran wisata ini adalah terus-menerus merencanakan dan menyikapi dengan baik perkembangan teknologi dan pasar.
Strategi lainnya pada HTM (Harga Tiket Masuk). HTM wisata sejarah pabrik gula ini hendaknya diatur sedemikian rupa sehingga tidak terlalu membebani pengunjung. Biaya yang relatif murah, akan meningkatkan daya tarik pengunjung. Tentu saja, biaya yang murah tersebut tidak mengesampingkan kualitas obyek wisata yang dibangun. Akhirnya, rencana tindak lanjut untuk pengembangan wisata sejarah pabrik gula ini perlu mendapatkan perhatian khusus dari pelaku industri gula sehingga bisa menjadi salah satu icon wisata Jawa Timur.